Sejak beberapa waktu yang lalu, topik memberi hadiah kepada guru menjadi hal yang cukupp sering diperbincangkan. Topik ini pertama kali saya lihat di Aplikasi Tik Tok, lalu kemudian merambah ke platform-platform lain. Hingga kemudian terpikirkan untuk saya, apakah memberi hadiah kepada guru itu hal yang tabu?
Sekedar informasi, saya merupakan lulusan dari sekolah kecil di Kalimantan Barat. Sudah sekolah kecil, di Kalimantan Barat pula, sebuah provinsi yang sebenarnya pemerataan bangunan dan infrastruktu masih belum merata di 2022. Apalagi jika di bandingkan lagi saat saya masih sekolah pada tahun 2005-2017.Â
Saya ingat pada zaman dulu, ketika naik kelas bukan hanya karena guru terpaksa menaikkan atau lulus bukan karena siswa di wajibkan, Pengambilan rapot menjadi hal yang sangat mendebarkan, naikkah saya? ranking berapa ? dan segelintir pertanyaan lain.Â
Pagi-pagi sekali, biasanya ibu saya membeli hadiah entah itu snack, atau mie instan yang kemudian di masukkan ke kantong hitam untuk kemudian dibawa ke sekolah. Pemberian hadiah ini seakan menjadi tradisi dan tidak ada orang tua murid yang tidak setuju, dan guru sayapun, selama saya sekolah tidak perah menuntut ada atau tidaknya, atau sebanyak apa yang kami berikan.
Saat itu, Kami seakan-akan melakukan perayaan, dengan makan snack bersama terlebih dahulu dan kadangkala langsung memberikan hadiah kecil ini kepada guru lalu guru kami mengucapkan terima kasih atau melontarkan guyonan. Â
Ketika saya dewasa, akhirnya saya mengerti kenapa ada tradisi itu. Karena saat itu, yang saya berikan mungkin hanya snack seharga 3000 atau mie instan tpi kenangan yang saya dapatkan seakan membekas dalam lubuk hati.Â
Sebenarnya konsep pemberian ini, juga bukan hanya saat menerima rapot. Karena dulu saya ingat, kadangkala ada orang tua murid yg memiliki pendapatan lebih berbagi kepada guru, ataupun orang tua yang pas-pasan seperti orang tua saya yang memberikan sayur atau hasil kebun ke guru. Saya bertanya ke ibu saya, "lhoo kok di kasi, padahal kan guru digaji? Pegawai lagi", lalu kemudian ibu saya menjawab,"untuk nambah makan".Â
Sekarang ketika saya mengingat, memang miris sih kondisi guru-guru saya pada zaman dulu. Ada beberapa dari mereka yang merupakan perantauan, tidak punya rumah tetap dan gaji saat itu pun tidak mengakomodir kebutuhan.Â
Ada juga yang harus naik bus tiap subuh, dan pulang sore demi untuk mengajar. Mungkin saai itu yang ibu saya maksud, adalah pemberian itu adalah cara untuk mengapresiasi jasa mereka. Keuletan mereka, kegigihan dan kekonsistenan mereka mengajar bertahun-tahun dengan kondisi yang kurang memadai.
Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Dan saya sangat mengagumi sosok mereka. Guru-guru saya dari sekolah dasar hingga sekolah menengah. Kadang saya heran, bagaimana hati dan pikiran seorang guru itu. Setelah bertahun-tahun, ketika bertemu mereka masih mengingat nama saya, apa yang saya lakukan ketika sekolah dulu. Bahkan kenangan itu, sudah saya lupakan.
Konsep hadiah sekarang mungkin mengarah ke arah gratifikasi, guru sebaiknya tidak menerima pemberian apapun agar memungkinkan tidak terjadinya ketimpangan perlakuan kepada murid. Tapi apakah ini harus menjadi patokan? .Â