Tanpa Kau sadari,
Aku memperhatikanmu yang sedang sibuk dengan lamunan dunia kelam, sedangkan pikiranmu merancau tak karuan. Seakan ingin menantang takdir yang keterlaluan.
Ah, biar kutebak lagi
Kau sedang patah hati, bukan?
Siapa lagi kalau bukan karena gadis yang Kau kagumi itu, yang membuatmu setiap pagi duduk di teras rumah dan menunggunya lewat.
Lalu Kau berpura-pura sibuk memainkan gitar demi membuatnya menoleh padamu.
Sayangnya, itu tidak pernah terjadi.
Kau ingin menyapanya, tapi nyali mu terlalu ciut. Kau mulai menerka-nerka, bisa jadi ia tidak mengindahkan sapaanmu. Bahkan parahnya, ia malah membencimu.
Lalu Kau berpikir,
Siapa lah Kau dimatanya, tak lebih dari pria dekil dan pengangguran yang tidak jelas masa depannya.
Namun kau salah besar,sedikitpun ia tak pernah berpikir serendah itu terhadapmu.
Benar apa kata orang, ketakutan hanya ada di pikiran.
Biar kuberi tahu lagi satu hal yang mencengangkan, Tuhan telah menggariskan takdir kalian pada satu tali yang sama. Dia tulang rusukmu, dan kalian akan menua bersama.
Jadi, berhentilah rendah diri.
Jadilah pria pemberani. Sapa dia. Kalau perlu, ajaklah kencan.
Aku tak ingin menceritakan lebih lanjut kisah kalian kedepannya, karena tugasku sudah selesai sampai disini.
Kalau Kau bertanya dari mana aku tau semua itu, akan kuberi tahu saat kita berjumpa lagi. Dan kupastikan kita akan berjumpa lagi suatu hari. Daah...Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H