Pasti pada bertanya kenapa kok belum sah jadi penduduk Indonesia? Ternyata jawabannya karena dua juta warga Jawa Timur ini belum melakukan perekaman kartu tanda penduduk elektronik (E-KTP). Seperti yang disampaikan oleh Sukardo yakni Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Kependudukan Provinsi Jawa Timur. (TEMPO.CO, Surabaya)
Saya cukup kaget membaca berita tersebut apalagi ini terjadi di Jawa Timur yang bukan merupakan wilayah Indonesia yg terpelosok atau jauh dari jangkauan pemerintah pusat. Sebelum membahas ini lebih jauh, ada baiknya kita cari tahu apa itu E-KTP dan seberapa pentingnya memiliki E=KTP.
E-KTP atau KTP Elektronik adalah dokumen kependudukan yang memuat sistem keamanan/pengendalian baik dari sisi administrasi ataupun teknologi informasi dengan berbasis pada database kependudukan nasional. Jadi E-KTP ini mencatat data penduduk dalam basis komputer sehingga menjadi identitas tunggal setiap penduduk yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat dipalsukan atau digandakan.
Di antara sekian banyak berita nasional yang berkembang belakangan ini, perekaman data E-KTP atau Kartu Tanda Penduduk Elektronik menjadi salah satu berita yang menarik dan penting untuk ditulis. Hampir semua instansi pemerintah serta media mainstream ikut mensosialisasikan kegiatan perekaman data E-KTP yang secara riil gagal memenuhi target semenjak diluncurkan pertama kali tahun 2011 lalu.
E-KTP sendiri merupakan inovasi KTP yang dimotori oleh Kementerian Dalam Negeri dan Disdukcapil yang merupakan proyek penting pemerintah dalam upaya memastikan bahwa semua warga negara mendapat hak-hak dasar kewarganegaraan seperti administrasi kependudukan berupa kartu tanda penduduk yang terkomputerisasi, berlaku seumur hidup, bisa digunakan untuk mengakses layanan-layanan publik.
Jadi berdasarkan penjelasan di atas kita sebagai warga negara yg baik dan patuh tentu harus memiliki E-KTP sebagai bukti/tanda bahwa kita penduduk Indonesia. Ibarat mahasiswa perlu kartu mahasiswa sebagai bukti/tanda tercatat di suatu Universitas, begitupula kita membutuhkan E-KTP dalam kehidupan bernegara. Dimana setidaknya dengan memiliki E-KTP status kita jelas sebagai penduduk negara Indonesia dan berhak mendapatkan perlindungan dari negara serta keuntungan lainnya seperti E-KTP bisa digunakan untuk mengurus Surat Izin Mengemudi (SIM) dan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), E-KTP bisa digunakan untuk mengurus paspor dan imigrasi, E-KTP bisa digunakan untuk mengurus tabungan pensiun (Taspen), E-KTP bisa digunakan untuk mendaftar Badan Penyelenggata Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan Ketenagakerjaan, E-KTP bisa digunakan untuk membuka rekening di bank, mengurus kredit rumah, mobil, dan sebagainya, E-KTP bisa digunakan untuk menikah dan mengurus akta lahir anak, E-KTP bisa digunakan untuk mengikuti Pilkada Serentak dan Pemilu dll.
Kembali pada topik dua juta warga Jawa Timur yang belum melakukan perekaman E-KTP, ternyata faktor penyebabnya bukan hanya kurang sosialisasi dan kesadaran masyarakat namun juga sistem dan peralatan yang kurang memadai menjadi penghambat proses perekaman.
Menurut Sukardo, proses perekaman dan pencetakan E-KTP sebenarnya telah dilakukan sejak 2011 dengan proses perekaman massal. Setelah itu dilanjutkan dengan proses pencetakan massal pada 2013-2014. "Saat ini yang jadi masalah adalah distribusi blangko dari pusat banyak yang kurang," ujarnya.
Selain kekurangan blangko E-KTP, sistem jaringan komputer yang terkoneksi ternyata juga sangat lambat. Hal ini menyebabkan perekaman yang dilakukan sering bermasalah.
Alat cetak E-KTP yang digunakan sejak 2011 juga sudah mulai usang sehingga banyak yang rusak. "Padahal untuk perbaikan alat cetak harus dibawa ke Jakarta," ujar Sukardo kepada Tempo, Sabtu, 24 September 2016.
Sukardo mengimbuhkan, warga yang belum melakukan perekaman E-KTP terbanyak adalah Kabupaten Jember yakni 330 ribu, disusul Kota Surabaya sebanyak 269 ribu, Bangkalan 217 ribu, Sampang 169 ribu, dan Sumenep 141 ribu.