Sleep Paralysis atau bisa lebih dikenal dengan sebutan ketindihan merupakan salah satu hal yang ternyata cukup umum dan lumrah terjadi pada semua lapisan manusia.Â
Banyak orang yang meyakini dan mengkaitkan peristiwa ini hal-hal yang spiritual. Ketindihan sendiri adalah keadaan dimana tubuh kita mengalami kelumpuhan sesaat yang biasanya ditemui saat tertidur atau terbangun dari tidur (Cheyne dan Pennycook, 2013). Hal ini diawali dengan adanya pergerakan dari otot secara sukarela yang kemudian terhambat tetapi mata kita dan sistem pernafasan kita tetap dan indra yang masih dibilang jelas (Aizah, 2014).Â
Dari semua pengakuan yang datang dari mereka yang sudah mengalami ketindihan, hampir semuanya mengatakan bahwa mereka tidak dapat menggerakan anggota tubuh mereka namun, mereka masih bisa bernafas dan dapat mengerakkan mata mereka meskipun ada dari mereka yang lebih memilih untuk menutup mata mereka. Dengan alasan ini, seringkali orang-orang mengkaitan peristiwa ketindihan dengan hal yang berbau mistis.
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan ketindihan, ketindihan dapat bisa dihubungakan dengan berbagai hal, seperti waktu pola tidur yang kurang teratur, stress, posisi tidur terlentang, menginap masalah tidur lainnya, adanya pemakaian obat yang kemudian mempengaruhi pola tidur, dan mengonsumsi minuman beralkohol (Aizah, 2014).Â
Ketindihan sendiri terdiri dari 3 klarifikasi berdasarkan American Sleep Association (2005), yaitu; Pertama, intruder yang biasanya dicampuri oleh perasaan takut dan cemas, dan muncul keyakinan akan hadirnya roh halus, disertai halusinasi dalam pendengaran dan penglihatan, yang kedua ada Incubus.Â
Pada jenis ini adanya kesusahan dalam bernafas, yang disertai rasa sesak pada dada (sensasi tercekik), rasa sakit dan adanya invasi secara fisik. Yang terakhir adalah percampuran dari dua jenis sebelunya, dimana adanya perasaan takut yang hebat. Pada ketindihan jenis ini tak jarang orang mengalami peristiwa dimana seseorang merasa roh kita keluar dari tubuh kita atau menyaksikan badan kita tertidur. Peristiwa seringkali ditemani oleh perasaan terbang, melayang, dan berputar-putar.
Melihat dari sisi biologis, tentunya ketindihan bukan dapat terjadi karena sebatas kepercayaan spiritual. Ketindihan sendiri dapat terjadi dari kita mulai terbangun dari tidur dalam keadaan sadar atau tidak sadar. Jika ketindihan terjadi saat kita terbangun dari tidur disebut dengan ketindihan hypnopompic atau postdormital (Sharpless & Barber, 2011).Â
Dimana badan kita mulai rileks dengan perlahan, hal ini membuat kita akan menjadi kurang sadar, bahkan ada beberapa yang tidak dapat merespon dengan perubahan yang terjadi. Akan tetapi, jika sudah sadar (contohnya terjatuh sehingga tidak dapat berbicara atau menggerakan tubuh).Â
Pada ketindihan hypnopompic, terdapat beberapa tahapan tidur yang dialami tubuh kita, seperti REM dan NREM. Tubuh kita mengalami kedua proses ini sepanjang 90 menit.Â
Dari keseluruhan waktu ini, selama 75% akan dihabiskan untuk siklus tidur NREM. Saat siklus ini berlangsung tubuh kita akan rileks dan menjadi sembuh sendiri. Kemudian dilanjutkan dengan siklus tidur REM. Pada tahapan ini, mata kita secara cepat bergerak. Mimpi muncul pada proses ini.Â
Proses ini biasanya disebut sebagai proses munculnya halusinasi akan kepercayaan adanya sosok lain. Selama tahap ini berlangsung otot-otot pun istirahat. Jika kita sadar sebelum siklus tidur REM ini selesai, kita akan mengalami ketidakmampuan diri untuk bergerak dan berbicara (Aizah, 2014).