Masyarakat sipil harus dilibatkan secara aktif dalam proses lobi. Suara dan aspirasi mereka harus didengarkan dan diakomodasi dalam pengambilan keputusan. Hal ini memperkuat demokrasi dan memastikan bahwa kepentingan rakyat tidak terpinggirkan.
Kapasitas pengambil keputusan juga perlu diperkuat. Mereka harus dilengkapi dengan pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk memahami dan menolak praktik lobi yang tidak etis. Dengan demikian, mereka dapat menjalankan tugasnya dengan penuh integritas dan akuntabilitas kepada rakyat.
Kesimpulan: Membangun Demokrasi yang Sehat dan Berkeadilan
Lobbying bagaikan pisau bermata dua, mampu menjadi alat konstruktif atau destruktif. Di Indonesia, praktik lobi diwarnai dengan berbagai kritik dan kekhawatiran. Untuk membangun demokrasi yang sehat dan berkeadilan, diperlukan transformasi fundamental dalam praktik lobi. Transparansi, akuntabilitas, partisipasi masyarakat sipil, dan penguatan kapasitas pengambil keputusan menjadi kunci untuk membangun praktik lobi yang lebih etis dan konstruktif. Hanya dengan demikian, lobi dapat menjadi alat yang bermanfaat untuk memajukan kepentingan publik dan membangun Indonesia yang lebih sejahtera dan adil.
Nadhira Oktriviana | 22010400117
Mahasiswa Teknik Lobi Negosiasi
Dosen Pengampu Sofia Hasna, S.I.Kom., M.A
Prodi Ilkom FISIP UMJ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H