"Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan."
Begitulah bunyi dari poin ketiga dari Nawa Cita atau Sembilan program unggulan oleh Bapak Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Nawa berarti sembilan dan cita berarti harapan atau keinginan. Istilah Nawa CIta ini sebetulnya adalah penjabaran dari visi dan misi beliau-beliau pada saat masa pencalonan.
Dalam kalimat Nawa Cita poin tersebut terdapat frasa "memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan". Penjabaran dari poin ini dalam pemerinahan Bapak Jokowi direalisasikan dengan banyak hal, salah satunya adalah pembangunan Tol Trans Sumatera. Â
Seperti yang dituangkan dalam RPJMN 2015-2019, terdapat poin yang menyatakan "Percepatan Pembangunan Konektivitas yang bertujuan untuk menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi untuk memaksimalkan pertumbuhan berdasarkan prinsip keterpaduan melalui intermodal supply chained system.Selain untuk meningkatkan konektivitas antar daerah, pembangunan TransSumatera ini juga sebagai penunjang ASIAN Games 2018 yang akan dilaksanakan di Kota Palembang, Sumatera Selatan. Apalagi ditambah dikeluarkannya Peraturan Presiden no. 117/2015.
PT. Hutama Karya selaku "yang ditunjuk" oleh pemerintah pusat otomatis kocar-kacir mencari pembiayaan. Salah satu harapan untuk menalangi proyek ini adalah PT Sarana Multi Infrastruktur atau PT SMI. Akibat mandat dari peraturan presiden tersebut, PT SMI harus siap kapan saja walaupun membutuhkan legalitas. Biaya yang dianggarkan ke PT SMI sendiri sebanyak Rp 14 Trilyun untuk permasalahan finance dan kendala pembebasan lahan, akan tetapi lebih condong pada antisipasi pembebasan lahan.
Selain PT SMI, sumber-sumber pembiayaan yang dapat diharapkan PT Hutama Karya adalah PMN (Penyertaan Modal Negara), two step loan, pinjaman dari lembaga peminjaman termasuk institusi multilateral yang dijamin oleh pemerintah, serta sumber dana lainnya yang bias didapatkan Perseroan sesuai ketentuan perundangan.
Terdapat delapan (8) ruas prioritas, yakni Medan-Binjai, Palembang-Indralaya, Bakauheni-Terbanggi Besar, Pekanbaru-Dumai, Terbanggi Besar-Pematang Panggang, Pematang Panggang-Kayu Agung, Palembang-Tanjung Api-api, dan Kisaran-Tebing Tinggi. Kedelapan ruas prioritas tersebut memerlukan biaya investasi sebesar Rp 73,9 Trilyun diluar dukungan pembiayaan dari pemerintah. Rincian dari pembiayaan tersebut adalah Rp 44,18 Trilyun dari ekuitas dan Rp 29,72 dari pinjaman. Pada kenyataannya, ekuitas yang baru didapatkan hanya sebesar Rp 19,1 Trilyun per Oktober 2017. Masih kurang dari setengah total ekuitas yang dijanjikan. Rincian dari sumber pembiyaan ini adalah PMN 2015-2016 Rp 5,6 Trilyun, contractor turn keyRp 7 Trilyun, dan current bonds sebesar Rp 6,5 Trilyun.
Menurut ilmu Pembiayaan Pembangunan, terdapat metode-metode untuk menguji kelayakan secara finansial. Apabila ditinjau dari NPVatau Net Present Value, yang berarti menghitung selisih antara present value dari investasi dengan nilai sekarang dari penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan dating. Inti dari analisis NPV ini adalah balik modal atau tidaknya. Dikatakan tidak balik modal apabila nilai NPV<0. Apabila dari analisis ini saja sudah tidak layak, untuk mencapai kondisi kas Rp 0 dengan metode Internal Rate Return akan kurang dari jangka proyek yang telah dicanangkan. Artinya, proyek ini akan merugi.
Untuk mengatasi kerugian tersebut, pemerintah bersama PT Hutama Karya harus mempunyai strategi pengimplementasian. Salah satu strateginya adalah memanfaatkan APBN. Pada dasarnya pembangunan jalan tol merupakan untuk kemaslahatan bersama, walaupun jalan tol termasuk dalam Toll Goods, yang berarti apabila dikonsumsi sejumlah orang dalam waktu yang bersamaan, barang tersebut dapat dikonsumsi oleh konsumen lainnya, dan memiliki excludabilitytinggi yang artinya siapapun yang ingin menggunakan barang tersebut harus mengorbankan sesuatu dan pada kasus ini adalah uang. Oleh karena itu, dalam pasal 6 UU no 2 tahun 2012 membahas tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum disebutkan bahwa pengadaan tanah untuk kepentingan umum diselenggarakan oleh pemerintah.Â
Apabila pengadaan anggaran untuk pembebasan lahan sifatnya mendadak, akan diperbolehkan menggunakan oleh Badan Layanan Umum (BLU). Oleh karena itu, PT Hutama Karya dapat menjadikan pemerintah sebagai salah satu opsi pembiayaan, terlebih proyek ini sudah dimandatkan untuk dipercepat perampungannya. Selain itu, investor dari negara asing juga diperbolehkan untuk membantu proyek ini. Indonesia sudah banyak menjalin hubungan diplomatic baik multilateral atau bilateral. Salah satu negaranya yaitu Jepang yang sudah menandatangani kontrak dalam rangka peringatan 60 tahun hubungan diplomatik kedua negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H