Mohon tunggu...
Nadhif Hisyam
Nadhif Hisyam Mohon Tunggu... Atlet - Pelajar

Atlet

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

"Rindu Ayah"

26 November 2022   14:41 Diperbarui: 26 November 2022   16:15 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

         Pagi itu sang mentari mulai menampakkan mukanya ,dan di dalam balutan selimut yang hangat aku mendengar suara seorang laki-laki yang dengan lantang membangunkan ku,ya,,,dia ayahku,dia adalah sosok seorang laki-laki yang memiliki jiwa pemimpin yang pernah aku temukan, meskipun tampangnya galak tapi dia sangat baik pada semua orang,bahkan hampir setiap dia sebelum pergi kerja kami selalu bermain dan bercanda bersama dan hebatnya lagi ketika ibuku sakit,dialah yang melakukan semua pekerjaan rumah tangga,hebat bukan. Tapi sekarang semuanya sudah berbeda,keadaan tidak seperti dulu lagi,waktu aku kelas dua SD keluarga kami mengalami problema yang mengakibatkan keluarga kami runtuh,ayah dan ibuku berpisah.dan akupun harus memilih ikut salah satu dari mereka, akupun memilh ikut dengan ibu dan kami memutuskan untuk pindah ke kampung halaman kami di pariaman,di sini aku memulai kehidupan baru dengan ibu tanpa ada sosok seorang ayah yang sangat aku sayang.dan pada saat itu ibupun harus menjadi tulang punggung keluaga dan dia memutuskan untuk mencari kerja,dan lamarannyapun di terima di salah satu perusahaan swasta di padang,semenjak hari itu aku semkin merasa kurangnya kasih sayang yang aku dapatkan karna ibu jarang di rumah, dia selalu pergi pagi dan pulang malam,sehingga pada saat itu hari minggu adalah hari yang paling berharga untukku.tapi syukur keadaan itu tidak bertahan lama setelah menceritakan apa yang aku rasakan semenjak ibu kerja jauh dan ibupun memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya dan memilih membuka warung di rumah. Waktupun terus berlalu dan kini usiaku sudah menginjak bangku SMA,dan di sinilah aku mulai mencari tahu dimana keberadaan ayah sekang,"Bu,,aku rindu ayah,apa ibu tahu dimana ayah sekarang",,?.tanyaku kepada ibu."mungkin di padang tempat nenekmu"jawab ibu dengan suara serak dan kepala terunduk,dan akupun terus bertanya dan akhirnya ibupun memberikan alamat rumah nenek kepadaku,aku lega dan aku memutuskan untuk mencari ayah kesana tapi aku belum memiliki keberanian untuk itu.",,,sebaiknya aku menunggu waktu yang tepat dulu". Beberapa bulanpun berlalu setelah hari itu dan aku memutuskan untuk mencarinya,karna munkin inilah waktu yang tepat dimana seiringnya dengan bulan Ramadan,dengan membaca bismilah ku langkahkan kakiku menuju tempat yang aku cari dan berharap aku bias menemukan dimana ayang tinggal,tapi pencarianku halang karna luasnya kota pada dan sempitnya pengetahuanku tentang alamat yang aku tuju,namun keputus asaan tak pernah mengiringiku dan akupun terus bertanya dan bertanya lagi dimana alamat ini sebenarnya terletak,syukur Alhamdulillah aku menemukan alamatnya.
       
        Dan ternyata dia sudah lupa padaku,nenekpun menjawab"dia anakmu,anak yang kau tinggalkan dulu",,,"tidak mungkin,anakku masih kecil,dia bukan ankku"jawab ayah sambil kebingungan,mata ini semakin tak kuasa menahan derasnya air mata yang ingin mengalir begitu deras dari perkataan yang ia ucapkan, meskipun begitu aku mencoba menerima dan mengerti,aku berusah membuka tabir lama cerita kami dahulu sewaktu aku masih kecil,aku menjelaskan rinci demi rinci kepadanya,dan dalam keheningannya dalam mendengar penjelasanku,aku melihat rona wajahnya yang mulai mengeluarkan tetesan kaca lunak dan mulai mengalir di pipinya,ya,,,dia sudah mengakuiku sebagai anaknya,anaknya yang dulu,meskipun aku tahu masih rersimpan keraguan di balik bola matanya. Malam itu kami cerita banyak,dan di tengah perbincangan kami ayah menanyakn kabar ibu,”bagaimana kabar ibumu,,,?apakah dia baik-baik saja”,,,tanyanya dengan suara menderu lemah,aku bahagia dia masih memepertanyakan itu,dan aku menjawab semua pertanyaannya tentang ibu.dan pada malam itu rasa bahagia kembali ku rasa dari ucapannya ketika aku hendak berpamitan pulang”hati-hati di jalan ya nak”,dia memanggilku dengan sebutan anak,dan itu menjadi kata penutup yang aku terima malam itu,,, Dan di akhir ramadhan kami merayakan lebaran bersama,dengan penuh haru,dengan penuh kebahagian dan dengan penuh cinta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun