Pergantian rezim pemerintahan akan selalu diikuti oleh perubahan kebijakan luar negeri. Di Indonesia, hal ini terlihat pada pergantian masa kepemimpinan Soekarno ke Soeharto. Pergantian rezim tersebut secara langsung mempengaruhi perubahan kebijakan luar negeri Indonesia. Politik luar negeri pada masa pemerintahan Soekarno dinilai cenderung lebih agresif dengan politik konfrontasi di era orde lama. Sedangkan politik luar negeri pada masa Soeharto dianggap lebih lunak karena pemerintahnnya yang lebih tertarik dalam membangun ekonomi Indonesia. Setelah tahun 1982, Soeharto memfokuskan pandangannya terhadap permasalahan internasional yang dapat mempengaruhi kebijakan politik luar negeri. Pada masa kepemimpinan Soeharto, Indonesia berfokus pada masalah pembangunan ekonomi dan hubungan persahabatan dengan negara barat. Hubungan persahabatan inilah yang membuka pintu perekonomian Indonesia melalui pinjaman dana luar negeri serta investasi asing untuk merehabilitasi ekonomi Indonesia. Politik luar negeri Indonesia pada saat itu berorientasi ke luar negeri, yang dapat dibuktikan dengan kecenderungan Indonesia untuk berpihak dengan negara barat yang bisa dilihat dari hubungan antara Indonesia dan Amerika Serikat serta sikapnya terhadap negara-negara sosialis-komunis seperti Uni Soviet dan bahkan Korea Utara.
Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, bahwa pergantian rezim akan selalu diikuti dengan perubahan kebijakan luar negeri masing-masing negara. Hal ini terjadi pada saat perubahan kepemimpinan Soekarno ke Soeharto dimana pada era Soekarno, Indonesia menjalin hubungan baik dengan Cina tetapi pada era Soeharto, hubungan baik antar kedua negara tersebut mengalami perubahan yang cukup signifikan. Hal ini terjadi karena Soeharto percaya bahwa pembangunan politik tidak akan berjalan dengan maksimal tanpa adanya stabilitias politik keamanan baik dalam negeri maupun dalam tingkat regional atau kawasan. Untuk mewujudkan pemikirannya tersebut, Soeharto membubarkan PKI. Keputusan yang diambil Soeharto dalam membubarkan PKI ini berdampak pada memburuknya hubungan Indonesia dengan negara-negara blok komunis seperti Cina sehingga dalam konteks luar negeri, Soeharto melakukan perubahan dalam pengambilan kebijakan luar negeri dengan membangun hubungan baik dengan pihak-pihak blok barat. Keberpihakan Indonesia terhadap blok barat tidak terlepas dari mendesaknya kebutuhan ekonomi pada masa itu hingga Soeharto berusaha mencari bantuan luar negeri ke negara-negara barat. Dapat dilihat dari hal ini bahwa pada masa kepemimpinan Soeharto, Indonesia mulai meninggalkan politik luar negeri yang cenderung kekiri-kirian. Hal ini dapat dilihat dari adanya dugaan mengenai keterlibatan Cina dalam upaya kudeta yang pada saat itu dituduhkan dan dilakukan oleh PKI yang berujung pada berakhirnya hubungan diplomatik antara China dan Indonesia. Tetapi masih ada yang menganggap peran Cina dalam kudeta tersebut masih kabur. Kenapa hal ini bisa terjadi? Ada dua anggapan atau pandangan mengenai hal tersebut. Yang pertama yaitu, Cina menyetujui kudeta tersebut serta memasok persenjataan tanpa diketahui dan diluar control otoritas militer Indonesia. Yang kedua, adanya pandangan yang menyatakan bahwa Beijing tidak menyetujui dilakukannya kudeta tersebut dengan dua alasan yaitu, situasi sebelum terjadinya kudeta sangat menguntungkan bagi Beijing dan sulit untuk dipahami mengapa Beijing akan merencanakan kudeta yang akan memperburuk situasi dan bahkan merugikan mereka. Selain itu, adanya gencatan senjata buatan Cina setelah terjadinya kudeta juga memberikan kesan bahwa Cina tidak terlibat dalam kudeta tersebut. Hal lain yang menjadi alasan Beijing tidak menyetuji adanya kudeta tersebut yaitu, tidak mungkin bahwa partai komunis yang tidak kecil seperti PKI akan mendengarkan dan menuruti perintah dari Beijing.
Tidak adanya bukti empiris yang menunjukkan keterlibatan Cina dalam kudeta tersebut secara langsung menunjukkan bahwa pemutusan hubungan diplomatic dengan Cina merupakan suatu kejanggalan. Hal ini menjadi pertanyaan besar. Pandangan Soeharto terbentuk oleh system keyakinan yang dianutnya tidak terlepas dari latar belakangnya yang sangat menjunjung tinggi adat dan budaya Jawa. Persepsi Soeharto yang memandang Cina sebagai ancaman semakin diperkuat dengan fakta bahwa Cina berada dalam kekuasaan Mao Zedong yang mempunyai ambisi dalam menyebarkan paham komunis ke seluruh dunia pada saat itu. Untuk mengantisipasi berkembang dan meluasnya pengaruh komunisme dalam pemerintahannya, merupakan hal wajar jika Soeharto dengan tegas mengambil kebijakan untuk memutuskan hubungan diplomatik dengan Cina. Ketegasannya ini dapat dilihat dari pernyataannya dalam biografinya, yaitu "Terhadap siapapun yang akan mengembalikan PKI di Indonesia, alat-alat negara akan bertindak dengan tegas" (Rohman, 2003). Bagi Soeharto, interaksi dengan Cina memiliki potensi membangkitkan kembali PKI yang telah ia bubarkan sejak awal kepemimpinannya dan ia yakin bahwa hal tersebut merupakan salah satu ancaman yang besar bagi bangsa Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H