Sehari setelah kalah dalam voting politik yang sebenarnya tak perlu ada di komisi III DPR, Bambang Widjojanto langsung menolak tawaran pemanis (mengobati kekecewaannya setelah tak terpilih jadi ketua KPK) dari SBY untuk menjadi ketua komisi kejaksaan, komisi yang akan mengawasi kinerja lembaga kejaksaan. Bambang menolak dengan alasan tidak etis karena pernah menjadi tim seleksi anggota tim kejaksaan, serta tidak memburuh jabatan. Saya pribadi salut dengan penolakan itu.
Pernyataan Bambang bahwa tidak memburuh jabatan adalah pernyataan tegas yang menunjukkan jati dirinya yang ingin konsen memperjuangkan tegaknya hukum. Penolakan menjadi ketua komisi kejaksaan adalah tepat karena komisi kejaksaan hanya sebagai pengawas yang justru tak bertaji karena ada jaksa agung muda bidang pengawasan yang lebih banyak perannya mengawasi jaksa-jaksa nakal yang juga tak kunjung habis dari lembaga kejaksaan.
Tawaran Susilo BAMBANG Yudoyono kepada BAMBANG Widjojanto ditolak dengan alasan tidak etis dan ingin konsen pada bidang yang digelutinya sekarang sebagai pengacara. Entah bagaimana perasaan SBY setelah tahu kalau tawarannya sebagai kepala negara ditolak oleh warga negara, tapi yang jelas penolakan Bambang Widjojanto menunjukkan komitmen seorang warga negara, seorang tokoh publik, seorang ilmuwan, seorang praktisi hukum yang jarang di temui. Penolakan itu sekaligus gambaran bahwa tidak mudah dan tidak semua orang bisa ditawari jabatan yang nyata-nyata menjanjikan uang.
Menolak tawaran kepala negara untuk suatu jabatan memimpin sebuah lembaga negara seperti yang dilakukan oleh Bambang Widjojanto, adalah catatan baru bahkan kalau boleh dikatakan sebagai sejarah karena langkah di negeri ini bahkan mungkin di dunia ini. Seorang warga negara, seorang tokoh, seorang praktisi jarang mau menolak jabatan yang ditawarkan oleh negara kepadanya, pada hal jabatan itu adalah jabatan tinggi yang juga sudah pasti akan mendapat limpahan uang negara yang cukup lumayan besar. Siapa sih yang tak mau jabatan, tak mau jadi pejabatan negara dan siapa yang tak mau uang yang banyak ? Tapi bagi Bambang Widjojanto, rupanya jabatan dan uang bukanlah segalanya. Komitmen dan jati dirinya sebagai praktisi hukum yang teguh untuk memperjuangkan kebenaran dan tegaknya hukum tak dapat dibeli dengan jabatan dan uang.
Ketokohannya dan kepopulerannya tidak luntur setelah ia gagal di ujung pena anggota komisi III DPR dan penolakannya pada tawaran kepala negara. Ia justru semakin akan disegani sebagai seorang warga negara yang konsisten dalam memperjuangkan tegaknya hukum. Sosok seperti Bambang Widjojanto adalah sosok yang jarang ditemukan di lembaga-lembaga negara kita. Dan melihat latar belakangnya sebagai praktisi hukum dan akademisi, maka sosok Bambang Widjojanto adalah sosok yang patut dipertimbangkan untuk menjadi Jaksa Agung, ketua Mahkamah Agung, dan ketua Mahkamah Konstitusi, karena pada ketiga lembaga tinggi negara itulah kunci utama penegakan hukum di negara ini.
Sebagai lembaga penegakan hukum tertinggi, Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi membutuhkan sosok yang tegas dan tidak main-main atau mau kompromi dengan ketidak benaran untuk memimpin lembaga hukum itu, dan sosok Bambang Widjojanto adalah sosok yang tepat untuk itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H