Mohon tunggu...
Kortal Nadeak
Kortal Nadeak Mohon Tunggu... -

Saya hanya seorang Guru SD yang belajar menulis opini.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Refleksi Kenaikan Harga BBM: Menderita Sebentar Tak Mau, Menderita Selamanya Sanggup

23 November 2014   06:49 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:05 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Judulnya di atas tentunya mengundang pertanyaan dalam hati. Yang pertama, bahwa judul “Kenaikan Harga BBM” di atas kurang tepat. Sebenarnya harga BBM tidak naik, tetapi subsidi BBM dipangkas Rp2.000,00 untuk dialokasikan untuk sektor produktif. Tapi entah mengapa media kebanyakan lebih suka menuliskan “kenaikan harga BBM” dibandingan “pengurangan subsidi BBM”. Kedua, apa yang dimaksud dengan Menderita Sebentar Tak Mau, Menderita Selamanya Sanggup?

Sejak subsidi BBM jenis bensin dan solar dipangkas Rp2.000,00 oleh Presiden Joko Widodo, demonstrasi langsung terjadi di mana-mana. Mahasiswa mengadakan demonstrasi mengatasnamakan rakyat miskin, menuntut presiden untuk membatalkan kenaikan harga BBM karena kebijakan ini dianggap menyebabkan kehidupan masyarakat semakin terpuruk. Padahal, mereka tahu benar bahwa sesungguhnya Presiden juga mengalami dilema yang luar biasa di saat mengumumkan kebijakan ini. Mereka juga sebenarnya memahami secara ilmiah jika subsidi BBM dipertahankan maka APBN negara tidak sehat. Pembangunan infrastruktur di segala bidang akan tersendat karena dananya habis untuk sektor konsumtif saja. Fakta menunjukkan bahwa ratusan triliun uang habis untuk membiayai subsidi BBM. Masyarakat sudah terbiasa hidup dengan subsidi BBM sehingga mereka menganggap bahwa presiden yang pro rakyat adalah presiden yang tidak akan menaikkan harga BBM. Padahal, semenjak republik ini berdiri, seluruh presiden yang pernah memerintah pernah menaikkan harga BBM.

Mengapa Presiden Joko Widodo menaikkan harga BBM di saat tren harga minyak dunia justru semakin menurun? Mengapa presiden tidak peduli dengan kepopuleran dirinya? Mengapa presiden begitu berani di saat kekuatan KMP di DPR lebih dominan? Ya, itu semua demi Revolusi Mental. Masyarakat kita begitu sensitif jika harga BBM naik. Maklum, konsekuensinya adalah harga-harga semua kebutuhan akan naik. Keadaan ini membuat masyarakat kita menjadi terpuruk dalam jangka beberapa bulan. Tapi mereka tidak menyadari jika subsidi BBM dipertahankan justru akan membuat mereka menderita selamanya. Alokasi dana yang seharusnya untuk membangun infrastruktur habis begitu saja di jalan raya. Coba bayangkan, dengan alokasi dana 200 triliun rupiah untuk subsidi BBM digunakan untuk membangun sekolah misalnya, maka tentunya seluruh sekolah di Indonesia akan berdiri kokoh dan dampaknya ke depan akan sungguh luar biasa. Jika 200 triliun rupiah digunakan untuk membangun sektor transportasi masal, maka Jakarta dan seluruh kota di Indonesia akan bebas macet, transportasinya akan menjadi nyaman seperti di negara lain, dan imbasnya adalah ekonomi rakyat akan semakin baik.

Pengurangan Subsidi BBM juga adalah upaya pemerintah untuk berlaku adil kepada rakyat. Sebenarnya siapa sesungguhnya yang menikmati subsidi BBM paling banyak? Tentu orang kaya yang memiliki mobil dan kendaraan lainnya. Jika masyarakat miskin menggunakan 4 liter bensin sehari, dia hanya menerima subsidi Rp2.000,00 x 4 = Rp8.000,00. Jika orang kaya menggunakan 400 liter minyak bensin sehari, maka subsidi diterimanya adalah Rp2.000,00 x 400 = Rp800.000,00. Tidak perlu menvonis orang kaya bersalah jika mereka menggunakan BBM Premium karena kedudukan mereka sama dengan seluruh rakyat lainnya di mata hukum!

Anda pasti akan berargumen, presiden terdahulu juga menaikkan harga BBM namun kehidupan rakyat tetap begitu saja. Ya, silakan Anda mencari jawaban sendiri. Namun menurut pendapat pribadi saya, Presiden Joko Widodo berbeda dengan presiden terdahulu, dan zamannya juga juga berbeda jadi tidak tepat juga membanding-bandingkan antarpresiden. Yang pasti, Presiden Joko Widodo adalah presiden yang merakyat, suka blusukan, apa adaya, rendah hati, sederhana, pekerja keras, berani membuat keputusan sulit tanpa “kabur” ke luar negeri, dan satu-satunya presiden yang mengalami hirarki birokrasi berjenjang dari walikota menjadi gubernur, dan akhirnya menjadi presiden.

Akhir kata, berhentilah berdemonstrasi mengatasnamakan rakyat miskin karena Anda salah kaprah. Mari kita dukung pemerintah untuk membangun negeri ini, dan tetaplah kritis terhadap kebijakan pemerintah dengan mengedepankan norma kesantunan yang diwariskan nenek monyang kita. Mari bersikap optimis, jangan pesimis, dan berteriaklah dengan bangga dan lantang bahwa Indonesia Hebat!

Oleh:  Kortal Nadeak, guru SD yang belajar menulis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun