Mohon tunggu...
Nadaa Haniyyah
Nadaa Haniyyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Makhluk bumi

The pursuit of success, live fully without compromise

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Milenial sebagai Bonus Demografi

18 Juni 2021   13:56 Diperbarui: 18 Juni 2021   14:22 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bonus Demografi berdasarkan istilah dari Dana Penduduk Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations Population Fund (UNFPA)) adalah potensi pertumbuhan ekonomi yang tercipta akibat perubahan struktur umur penduduk, dimana proporsi usia kerja (15-65 tahun) lebih besar daripada proporsi bukan usia kerja (0-14 tahun dan >65 tahun). Kondisi ini dapat terjadi ketika angka kelahiran dan angka kematian menurun pada suatu negara, dimana hal ini menyebabkan usia non-produktif (0-14 tahun) menurun dan penduduk usia kerja dapat hidup lebih lama untuk menghasilkan potensi pertumbuhan ekonomi. Secara angka, terjadinya Bonus Demografi dapat diukur dengan menurunnya rasio ketergantungan di suatu negara yang berarti proporsi usia produktif di negara tersebut meningkat. Namun, Bonus Demografi juga harus diiringi dengan peningkatan produktivitas dari penduduk usia kerja tersebut.

Bonus Demografi yang tercipta di Indonesia berkaitan erat dengan kebijakan pemerintah yaitu Keluarga Berencanaa (KB). Kebijakan ini berhasil menurunkan angka kelahiran, bersamaan dengan penurunan angka kematian melalui kebijakan peningkatan kualitas kesehatan. Sejak kebijakan tersebut, Indonesia mengalami transisi demografi atau perubahan struktur umur penduduk, dimana proporsi anak-anak usia 15 tahun ke bawah menurun dengan cepat, diiringi dengan peningkatan jumlah penduduk usia kerja dan peningkatan perlahan penduduk lansia. Dengan demikian, sejak sekitar tahun 1980-an, Indonesia masuk dalam era Bonus Demografi yang puncaknya akan terjadi sekitar tahun 2030, yang disebut sebagai jendela peluang (window of opportunity). Pada tahun 2030 tersebut, proposi penduduk usia 15-64 tahun di Indonesia mencapai angka 68,1% dan angka rasio ketergantungan sebesar 46,9.

Berdasarkan fakta di atas, generasi milenial berada di era Bonus Demografi yangmana artinya kita harus mengoptimalkan kemampuan agar bisa menjadi bagian dari Bonus Demografi yang berguna untuk negeri. Pemerintah sudah berupaya untuk memaksimalkan kemudahan akses pendidikan dan kesehatan agar tercipta Sumber Daya Manusia (SDM) yang mumpuni dan berkualitas.

Selain menjadi peluang, Bonus Demografi ini juga menjadi tantangan. Karena jika tidak dipersiapkan dengan baik maka Bonus Demografi dapat menjadi bencana, salah satu risikonya adalah terjebaknya Indonesia dalam middle income trap. Middle income trap sendiri adalah suatu keadaan ketika suatu negara berhasil mencapai tingkat pendapatan menengah, tetapi tidak dapat keluar dari tingkatan tersebut untuk menjadi negara maju. Yang artinya Bonus Demografi ini hanya akan menghambat Indonesia menjadi negara yang maju.

Menyikapi hal ini, remaja sangat dianjurkan untuk mulai mempelajari skill yang tidak bisa digantikan oleh robot atau mesin. Diantaranya seperti : daya kreativitas, kepemimpinan, kemampuan berfikir kritis guna memecahkan masalah yang kompleks, manajemen manusia, kemampuan bekerja sama, kemampuan berkomunikasi guna menjalin relasi, kecerdasaan emosional, penilaian dan pengambilan keputusan serta kemampuan bernegosiasi. Dengan menguasai soft skills akan memberikan peluang besar bagi remaja, sebab skill khusus ini menjadi kemampuan yang dipertimbangan dalam dunia kerja. Tak kalah penting, remaja-remaja yang menguasi soft skill umunya berpotensi menjadi wirausaha atau entrepreneur.

Selain itu, para remaja juga harus membentengi diri agar tidak terjerumus dalam seks pra nikah, sebab seks pra nikah kerap menjadi awal dari pernikahan dini. Ada banyak kasus dimana remaja harus terikat dalam pernikahan usia muda karena sudah hamil akibat melakukan hubungan seks di luar pernikahan, tentunya hal ini akan memisahkan remaja terutama remaja perempuan dari hak-haknya untuk mendapat pendidikan yang layak.

Menghindari NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya) menjadi langkah bijak untuk menyongsong bonus demografi karena narkoba sampai saat ini masih menjadi musuh yang memberi nyata bagi remaja. Seperti yang kita ketahui, narkoba memberikan banyak dampak negatif dari segi fisik, psikologi, sosial dan ekonomi. Sekali remaja terjerumus akan susah untuk terlepas, karena mengandung zat-zat adiktif penghancur syaraf, sehingga remaja tidak dapat berfikir jernih dalam banyak kasus kerap berujung pada depresi dan bunuh diri.

Maka sangat penting bagi remaja untuk senantiasa menjaga diri dari hal-hal yang dapat merugikan dikemudian hari. Karena remaja adalah tonggak masa depan kemajuan bangsa. Sudah selayaknya kita menjadi remaja yang cerdas baik secara intelektual, emosional, spiritual, maupun finansial agar menjadi Bonus Demografi yang menjadi kesempatan untuk kemajuan bangsa, bukan menjadi tantangan untuk mencapainya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun