Piagam Madinah/Konstitusi Madinah/Sosial Kontrak Madinah adalah suatu peristiwa sejarah yang berkaitan dengan pengelolaan sebuah pemerintahan dalam masyarakat yang plural. Piagam Madinah merupakan hasil sebuah kesepakatan yang disepakati oleh orang-orang yang ada di Madinah.
Piagam Madinah bisa kita anggap solusi terhadap permasalahan yang terjadi di Mekah. Memangnya ada masalah apa di Mekah?
Mekah merupakan sebuah kota yang dilewati jalur dagang Internasional. Karena wilayahnya yang tandus, penduduk Mekah berprofesi sebagai pedagang. Para pedagang diharapkan memiliki pemikiran yang terbuka karena mereka harus berinteraksi dengan orang dari berbagai etnis, budaya, sosial, dan politik. Seharusnya orang-orang Mekah yang mayoritas seorang pedagang memiliki pikiran yang terbuka, tapi masalahnya mereka justru sebaliknya. Hal ini dikarenakan basis nilai yang digunakan untuk mengelola Mekah adalah sukuisme. Nilai-nilai kesukuan ini tidak mungkin bisa mewadahi keberagaman dunia. Maka yang terjadi adalah orang-orang yang datang ke Mekah diperlakukan lebih rendah dari suku-suku elitnya (Quraisy/suku terkuat di Mekah).
Dengan begitu, Nabi Muhammad SAW datang dengan nilai-nilai yang luhur (nilai-nilai ketuhanan) yaitu nilai-nilai yang dapat mewadahi keberagaman manusia. Oleh karenanya, suku Quraisy merasa terancam karena mereka selama itu tumbuh dan diuntungkan oleh nilai sukuisme yang membuat mereka memonopoli kekuasaan dan ekonomi. Rasulullah menyadari bahwa hal ini akan membuat masyarakat tidak dapat bertumbuh, dan beliau harus melawan paham ini. Lalu bagaimana cara melawannya? Sedangkan di Mekah peluangnya sangat kecil. Maka Madinah dipilih untuk mewujudkan cita-cita Rasulullah, yaitu membangun peradaban Islam.
Namun Madinah tidak lepas dari konflik. Wilayah Madinah didominasi oleh pertanian dan perkebunan. Suku Aus, suku Khazraj, dan suku Yahudi saling menyerang untuk memperebutkan tanah yang subur. Singkatnya, Rasulullah dibutuhkan oleh orang Madinah yang lelah dengan konflik berkepanjangan ini.
Untuk mendamaikan ketiga suku ini, langkah pertamanya adalah Rasulullah mengumpulkan suku-suku yang ada di Madinah lalu membuat forum dialog. Setelah itu, Rasulullah membuat kesepakatan tertulis tentang hak dan kewajiban setiap suku. Maka lahirlah piagam Madinah pada 12 Ramadhan Tahun 1 Hijriyah.
Berdasar piagam ini, di bawah otoritas Rasulullah, mu'minin akan menjadi satu unit politik. Piagam ini memberi kebebasan pada kaum Yahudi untuk menjalankan agamanya, tetapi mereka harus mengakui otoritas Rasulullah dan bergabung dalam pertahanan bersama apabila ada serangan dari suku Quraisy.
Sejak saat itu tidak ada lagi suku Aus dan Khazraj di Madinah, yang ada kaum Anshar (penolong). Madinah yang dahulu bernama kota Yastrib diganti namanya menjadi Madinah yang artinya kota/peradaban. Lalu setelah peristiwa fathu Mekkah, suku Quraisy juga dihapus dan diganti dengan kaum Muhajirin (orang-orang yang hijrah meninggalkan ajaran-ajaran lama).
Setelah itu kaum Muhajirin dan Anshar menjadi saudara. Makna persaudaraan ini sebagaimana yang dikatakan Muhammad Al-Ghazali, agar fanatisme jahiliyah menjadi cair dan tidak ada sesuatu yang dibela kecuali Islam. Di samping itu, agar perbedaan-perbedaan keturunan, warna kulit, dan daerah tidak mendominasi, agar seseorang tidak merasa lebih unggul dan lebih rendah, kecuali karena ketakwaannya.Â
Peristiwa ini memberi contoh sejarah tentang bersatunya perbedaan. Menghilangkan ego dan menjadi saudara sebangsa yang rukun tanpa mengungkit perbedaan, baik suku, ras, maupun agama. Demi terciptanya tatanan negara yang damai, bersatu, dan kuat. Seperti bunyi slogan yang masyhur "Bersatu kita teguh bercerai kita runtuh".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H