Warga Kompasiana sekalian,
Tadi malam saya pulang dari Jakarta menuju Bandung melalui jalan Tol Cipularang. Sejak masuk gerbang tol hingga kilometer 30 terjadi kemacetan luar biasa. Sekitar jam sembilan malam saya masuk gerbang tol dan baru mencapai kilometer 30 sekitar jam setengah dua dinihari. Jadi karena gerbang tol di kilometer 11 maka jarak yang saya tempuh antara jam 9 malam hingga jam 1 dinihari (sekitar 4 ) hanya sekitar 19 kilometer. Jadi untuk 4 jam pertama perjalanan saya, kendaraan yang saya tumpangi bergerak hanya dengan kecepatan 4,75 km/jam.
Ternyata antara kilometer 15 hingga kilometer 30 ada pengerjaan jalan berupa pelebaran dan pembukaan jalur keluar ke arah cikarang.
Dari pengalaman menjengkelkan itu saya berpikir bagaimana caranya agar pengelola jalan tol memberikan kompenasi atas kemacetan di jalan tol. Entah dalam bentuk pengurangan tarif, atau bentuk lainnya. Menurutku kompensasi ini cukup masuk akal mengingat penerbangan juga sudah memberikan layanan berupa kompensasi pada setiap keterlambatan penerbangan. Soal teknis pemberian, cara penghitungan kelayakan kompensasi, dan hal-hal lainnya perlu kita bahas.
Jika usul kompensasi ini dapat menjadi masukan, beberapa pertanyaan saya mungkin bisa menjadi bahan diskusi:
1. Apa bentuk kompensasi yang diberikan, apakah pemberian kupon bebas untuk perjalanan berikutnya di ruas tol yang sama, atau pengurangan pembayaran di gerbang tol?
2. Bagaimana penghitungan kelayakan waktu tempuh standar terhadap ruas jalan tol tertentu sehingga bisa dikonversikan pada penghitungan bentuk dan nilai kompensasi?
3. Kondisi yang bagaimana yang bisa diajukan kompensasi?
4. Jika kompensasi ini cukup beralasan, kemana kita meneruskan usul ini?
Kompensasi ini mungkin alternatif lain atas pelayanan di jalan tol. Selama ini protes warga atas kenaikan tarif tol belum pernah ditanggapi pemerintah. Mungkin, kompensasi lebih masuk akal bagi pemerintah? Mari kita diskusikan.
Salam hormat,