Tahun ini seingat saya ada dua hal diharamkan para ulama. Yang pertama adalah haram membeli BBM bersubsidi bagi yang mampu. Yang kedua adalah haram 'jual-beli' uang receh.
Belum ada survey atau hasil statistik sejauh mana berkurangnya konsumsi pembelian BBM bersubsidi sejak fatwa haram itu dikeluarkan. Sejauh yang saya ketahui, saya dan hampir semua rekan yang memiliki kendaraan bermotor tetap membeli premium bersubsidi. kalaupun ada yang membeli pertamax (serta BBM Non subsidi lainnya)Â bukan karena takut akan dosa melainkan karena pertimbangan agar mesin awet.
Fenomena penukaran uang pecahan menjelang lebaran tak pula surut setelah diharamkan. Bahkan semakin terang-terangan dan diasongkan diperempatan jalan. Begitu yang saya saksikan di Kota Bandung hari-hari menjelang lebaran tahun ini. Yang berminat menukar pun tak sepi. Sekalipun penukaran uang dilakukan dengan potongan, transaksi berjalan lancar dan saling melempar senyum pula. Ibarat hubungan suami istri tanpa nikah, suka sama suka, dan keduanya tersenyum puas walaupun diharamkan. Nah, lho...
Semakin banyak saja keganjilan yang saya lihat. Sepertinya hukum, agama dan proses sosial berjalan sendiri-sendiri. Saya jadi was-was, jangan sampai terjadi bahwa ulama dan umatnya berjalan sendiri-sendiri atau bahkan bersilang jalan. Cukuplah di hukum dunia dan pemerintahan saja ketidakharmoniasn itu terjadi, jangan pula sampai merambah ke dunia spiritual.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H