Wahai bangsa Indonesia, bersyukurlah senantiasa karena Century telah memberimu pelajaran paling berharga dalam perjalanan bangsa dan negrimu. Pelajaran berharga dari gunjang ganjing itu adalah bahwa KESANTUNAN di atas segalanya. Mulai sekarang hukum tertinggi bagi bangsa Indonesia adalah KESANTUNAN. Dan ingat, selalu dieja dengan huruf besar alias kapital.
Dengan KESANTUNAN segala urusan bernegara menjadi beres. Segala hal menjadi baik dan indah. Tiada kesalahan dalam KESANTUNAN.
Wahi bangsa Indonesia, tiadalah guna kalian menarik dalil-dalil pendukung maupun penolak teori sistemik dalam masalah ekonomi yang kalian hadapi. Kaidah sistemik itu hanyalah teori muluk dari para ilmuwan sosial negeri barat yang ga mengerti keadaan Indonesia. Teori sistemik itu jauh lebih rumit dan lebih spekulatif dari teori relitivitas maupun teori asal usul alam semesta. Untuk apa semua perdebatan itu? Untuk apa? Benar-benar tiada guna, karena sebenarnya semuanya bisa disimpulkan dalam satu kaidah yaitu: KESANTUNAN.
Wahai bangsa Indonesia, khususnya tuan-tuan yang mempelajari hukum, sadarilah dan ketahuilah bahwa tiadalah guna kalian belajar hukum yang rumit, apa lagi dengan istilah yang diadopsi dari bahasa kolonial yang masih kalian coba lafalkan dengan fasih. Hapuslah kosakata Strafbaarfeith itu dalam kamus hukum kalian. Buanglah jauh-jauh segala teori tentang perbuatan yang dapat dipidana, hapuslah dalam kamus hukum kalian apa yang kalian disebut wederechtelijkheid karena ngucapinnya aja udah susah apa lagi memahaminya. Lagi pula terlalu banyak professor yang memberikan pandangan yang campur aduk, padahal sebenarnya segala urusan dapat disimpulkan dalam satu kata KESANTUNAN.
Wahai cerdik cendikia, apalah gunanya kalian berdebat tentang kebijakan yang dapat dipidana dan tidak. Apalah artinya semua itu. Cukuplah dengan melihat sosok dan penampilan fisik untuk menilai seorang telah berbuat kejahatan atau tidak. Tak pernahkah kalian mendengar teori Lambroso tentang born criminal, yang menyatakan bahwa penjahat itu bisa dilihat dari ciri fisik yang disebut atavistic stigmata? Kalau kalian pernah mendengar ini maka pengertian lainnya adalah wajah yang imut, ganteng dan bersahaja dan dipadu dengan KESANTUNAN adalah ciri-ciri manusia mulia yang tak mungkin berbuat jahat. Kesantunan dengan paduan wajah yang manis dan bersahaja tidak ada kesesuaian dengan teori Lambroso yang ngawur itu.
Wahai para pakar dan pengamat yang sok tahu. Terlebih kaum cerdik cendikia yang belajar ilmu politik. Mau cuap teori apa lagi kalian ha? Teori perubahan? Konsep kebijakan public? Itu semua omong kosong. Atau kalian ingin membangun negara dengan demokrasi? Apa maksud kalian dengan legitimasi, ditambah pula dengan istilah revolusi segala yang kalian coba perhalus dengan istilah ‘pembangkangan sosial'? Ini semua tipu daya, karena sesungguhnya hanya ada satu kata yang membenarkan dan merubah kekuasaan di atas semua itu yakni KESANTUNAN. Masihkah kalian coba omong besar dengan romantisme revolusi??? Rubahlah dulu dirimu menjadi SANTUN, baru bicara perubahan bangsa dan negara.
Wahai para politisi, apa mau kalian dengan demokrasi? Kalian ingin meraih kemakmuran dan keadilan diatas cacian dan makian ‘bangsat'? Apa yang mau kalian kontrol dengan kekuasaan yang SANTUN? Tiada kesalahan dalam KESANTUNAN. Inilah hukum tertinggi. Dan atas nama KESANTUNAN ini, dengan segala hormat minggirlah politisi yang duduk di gedung parlemen. Apa lagi kalian lebih kencang teriak ‘huuuu....' sambil ngupil dari pada menunjukkan sikap SANTUN yang terhormat.
Wahai bangsa Indonesia.... Camkanlah ini: mulai sekarang hukum tertinggi adalah KESANTUNAN.
Sekian.
Tulisan terkait:
http://polhukam.kompasiana.com/2010/01/21/inilah-politik/