Banyak orang yang tidak bahagia dengan sukses produk dalam negeri. Begitupun dengan heboh mobil Kiat Esemka yang merupakan prestasi membanggakan kita sebagai anak bangsa. Sudah mulai banyak manuver dan komentar sinis dari para pejabat terhadap teknologi karya anak-anak remaja ini. Berikut adalah prediksi saya terhadap kemungkinan berbagai cara menjegal Esemka (dengan demikian, menjegal kemajuan industri dan ekonomi bangsa yang mandiri):
1. Komentar sinis datang lingkaran dekat seputar Jawatengah. Awalnya, dari Gubernur Jawa Tengah, Bibit Waluyo yang menuduh Walikota Solo, Jokowi cari muka dengan 'menunggangi' Esemka. Selanjutnya, Bupati Wonogiri Danar Rahmanto mengiyakan berkomentar Gubernur, yang mempermasalahkan sertifikat dan ijin kelayakan.
2. Komentar yang menyengat datang dari Menteri BUMN, Dahlan Iskan yang mengatakan bahwa Mobil Esemka tidak layak diproduksi dan lebih baik dipreteli untuk pendidikan. Dalam kapasitas sebagai Menteri BUMN, seharunya ia yang lebih dulu menangkap potensi dan peluang pengembangan industri mobil dalam negeri karya anak-anak SMK ini. Tapi mungkin karena belum ada BUMN yang membidangi mobil sehingga beliau seperti tak hirau dengan peluang membangun industri mobil di Indonesia. Apapun motif dan latabelakang ucapan pak Menteri ini, ia telah berkonribusi besar menghambat Kiat Esemka. Ini 'prestasi' luar biasa yang ikut melengkapi prestasi positifnya selama ini.
3. Masih ada cara-cara yang elegan menghambat Kiat Esemka, yakni dengan membuyarkan fokus perhatian publik. Kita lihat bahwa setelah kemunculan Esemka berbagai kreasi anak-anak Esemka dimunculkan dan diekspos. Di Bandung ada mobil Buggy karya SMK 8, dan ada pula pesawat terbang karya SMK 12, serta berbagai kreasi lainnya di berbagai daerah. Ini adalah pisau bermata dua. Di satu sisi ekspose terhadap karya-karya anak bangsa ini haruslah diapresiasi secara positif. Tetapi di sisi lain bisa menjadi upaya membuyarkan fokus dan dukungan publik terhadap Esemka.
4. Sudah menjadi rahasia umum bahwa para pelaku usaha bersekongkol dengan penguasa sebagai pemegang kebijakan. Walau menteri dan pejabat berkompeten telah menyatakan secara lisan akan mengeluarkan perijinan dan/atau sertifikat kelayakan sebagaimana dituntut oleh peraturan perundangan, hal ini belum bisa dipercaya. Lobby-lobby kepentingan pengusaha otomotif yang sudah mapan pasti masuk ke ruang kerja para pejabat yang berkompeten. Mungkin saat ini mereka sedang membahas dan menyodorkan peraturan perundangan kepada pemerintah, yang isinya langsung maupun tidak langsung menghambat produksi Esemka. Mereka saat ini tentunya menunggu popularitas pemberitaan Kiat Esemka reda, karena pejabat dan para pengusaha tidak mau melawan opini publik.
5. Jika loby-loby pejabat untuk menghambat perijinan gagal, pertarungan berikutnya adalah di lapangan. Seandainya Kiat Esemka berhasil mendapatkan perijinan dan/atau sertifikat kelayakan dan selanjutnya berproduksi maka berikutnya, kiat pasarlah yang mereka mainkan. Produsen mobil-mobil jepang yang menguasai pasar Indonesia selama ini tak akan membiarkan pangsa pasarnya tergerus. Demikian pula produsen merek mobil lainnya, baik Korea mau pun Eropa. Maka pemegang lisensi pun akan bergerak di lapangan. Mulai dari jaringan pemasaran, perbengkelan dan suku cadang, bahkan mungkin pengadaan bahan baku akan dijegal. Manuver para pelaku bisnis otomotif di dalam negeri inilah yang paling mengkhawatirkan karena mereka adalah golongan yang selama ini mendapat keuntungan besar dengan memasarkan produk lisensi asing.
Lalu, apa yang mungkin bisa kita lakukan? Hanya komitmen untuk mendorong kemandirian ekonomi yang menjadi benteng terakhir melawan berbagai upaya menjegal itu. Selanjutnya, kita tidak boleh lengah untuk terus menggalang dukungan (walau terkesan latah) sehingga Kiat Esemka dan berbagai produk kreatifitas bangsa sendiri benar-benar mendapat tempat di dalam negeri kita.
Sebagai catatan tambahan berikut saya sisipkan sebuah pengakuan yang saya copas dari Forum Pembaca Kompas. Kisah ini adalah mengenai jatuh bangunnya sebuah perusahaan yang memproduksi HOVERCRAFT karya asli anak-anak bangsa, bagaimana mereka dihambat kementerian riset, bagaimana mentalitas pejabat yang justru ingin mendapat setoran dari karya mereka. linknya baca disini. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H