Pengakuan OJK yang dilontarkan oleh Hendrikus saat itu adalah suatu bukti bahwa otoritas yang berwenang atas nama negara tidak bisa berbuat apa-apa dalam melindungi nasabah pinjol. Sebuah gejala bahwa negara kalah
Benarkah negara kalah oleh teknologi pinjol yang mereka sebut sebagai hantu itu? Menurut saya, pengakuan Hendrikus terlaku lebay. Karena yang sesungguhnya terjadi adalah bahwa OJK abai dan membiarkan fintech peer to peer lending bergerak berdasarkan mekanisme pasar secara murni. Hal ini tercermin dari Peraturan OJK No 77 tahun 2016 yang menjadi norma beroperasinya penyelengara pinjol atau per to pr lendeng.
Peraturan OJK yang ada tidak memuat syarat2 aplikasi atau sistem yang digunakan oleh penyelenggara, tidakk mengatur besaran bunga dan denda sehingga penyelenggara mencekik para nasabah dengan bunga dan denda yang tinggi.
Peraturan OJK tidak memuat kaidah  atu batasan-batasan penggunaan data milik nasabah sehingga data nasabah dieksploitasi secara liar oleh penyelenggara finrech. Singkatnya, OJK melalui peraturan yang dibuatnya hanya peduli dengan wewenangnya tanpa peduli keterlibatan institusi lain yang erat kaitannya seperti Kementerian Informatika dan Komunikasi, Cyber Crime, serta instansi lainnya yang terkait erat.
Ketidak siapan OJK dalam mengatur dan mengawasi pinjol ini semakin terlihat dari berubahnya sikap OJK yang dilontarkan melalui Direktur Pengaturan dan Pengawasan Fintech. Pada satu kesempatan ia mengatakan bahwa maksimum hunga adalah 20% tapi pada pertemuan tanggal 23 November 2018 Hendrikus mengatakan akan mengadopsi  peraturan yang diberlakukan di Inggris yakni bunga 100%. Makin terbukti kan abainya negara melalui peran OJK dalam kasus fintech yang menebar teror ini?!!
Belum Terlambat
Negara bukanlah entitas yang hadir tanpa kekuasaan dan kekuatan. Walau banyak teori mendalilkan bahwa kemajuan teknologi--termasuk teknologi informasi--akan dengan perlahan memarjinalkan fungsi dan peran negara, sejauh ini negara masih dioercaya oleh mayoritas umat manusia sebagai entitas yang yang punya wewenang untuk mengatur segala bentuk tindakan manusia, termasuk yang silakukan oleh manusia.
Jika OJK punya kepekaan akan dampak sosial yang timbul akibat meluasnya keresahan rakyat akibat teror Pinjol maka belumlah terlambat menggandeng pihak terkait khususnya Cybercrime Bareskrim Polri dan Kemenkominfo untuk menindak dan menimbulkan efek jera perilaku desk collector penyelenggara pinjol.
Kewenangan atas pengaturan penyelenggaraan pinjol ini jangankah ditelan sendiri oleh OJK. Bareskrim yang punya perangkat sampai ke tingkat kecamatan adalah organ efektif yang bisa menertibkan selera teror para penagih. Sedangkan Kemenkominfo yang memiliki kewenangan mengatur teknologi informasi bisa dioerankan mengevaluasi sistem atau twknologi yang digunakan penyelenggara pinjol.
Please deh OJK, sebelum teror meluas dan meresahkan yang justeru menghambat perkembangan potensi bisnis financial fintech ke depan. Lakukan langkah yang efektif, jangan justru buang badan dan membiarkan teror sebagai perilaku bisnis yang sah.
Sampai jumpa pada edisi pinjol berikutnya.