Koalisi zigzag oleh partai-partai pengusung kandidat pada pilkada serentak 2018 mulai terlihat sejak 8-1-2018 ketika mulai dibukanya pendaftaran calon oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) di Propinsi/Kabupaten/Kota yang masuk dalam list pilkada serentak.
Koalisi partai-partai pengusung kandidat kepala daerah tidak sebangun dengan koalisi partai-partai yang tergabung dalam pemerintahan Jokowi-JK. Di Papua PDIP berkoalisi dengn Gerindra mengusung pasangn John  Wempi - Habel Melkhias melawan gabungan hampir semua partai lainnya yg mengusung pasangan Lukas Enembe - Klemen Tinal.
Di Jawa Timur PKB, PDI, Gerindra dan juga PKS berkoalisi mengusung pasangan Syaidulah Yusuf -Puti Guntur Sukarno. Sementara di Jawa Tengah empat partai yg tergabung dalam pemerintahan jokowi yakni PDIP, PPP, Golkar dan Nasdem serta diperkuat oleh Partai Demokrat berkoalisi di pilkada Jateng mengusung pasangan Ganjar Pranowo-Taz Yasin.
Fenomena unik terjadi pada pola koalisi di pilkada Jawa Barat. Koalisi permanen oposisi yaitu Gerindra-PKS plus PAN justru solid mengusung pasangan kandidat. Sementara partai pendukung pemerintahan Jokowi-JK menyebar di tiga kubu pasangan Cagub.
Pada Pilkada Jabar, Golkar dan Demokrat bergabung mengusung pasangangan Dedy Mizwar-Dedi Mulyadi, sedangkan PPP, PKB, Nasdem dan Hanura bergabung mengusung Ridwan Kamil -Uu Ruzanululum, sementara PDIP tanpa berkoalisi mengusung pasangan Hasanudin-Anton Charliyan.
Jawa Barat adalah medan pertarungan politik yang menentukan terhadap harapan periode kedua pemerintahan Jokowi, dimana pada Pilpres 2014 yang lalu pasangan Jokowi-JK hanya meraup 40,22% suara sementara pasangan Prabowo-Hatta memperoleh 59,78% suara pemilih Jabar. Kemenangan tipis pasangan Jokowi-JK secara nasional adalah akibat kekalahan telak di Jawa Barat. Dengan demikian dapat dikata bahwa Jawa Barat adalah katub pengaman bagi keberlangsungan pemerintahan Jokowi pada 2019.
Dalam rangka mengamankan posisi 2019 itu adalah penting bagi Jokowi untuk menentukan sikap. Pertanyaannya kemudian, kepada pasangan manakah Jokowi memberi angin politik? Berikut ulasannya.
Sudah pasti Jokowi tak akan memberi dukungan kepada pasangan  Sudrajat-Syaikhu yg diusung oleh Gerindra, PKS dan PAN, karena itu berarti membuka lebar celah bagi Prabowo sebagai rival potensialnya.
Ada kemungkinan bahwa Jokowi akan memberi angin buat pasangan Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi (Demiz-Demul), karena pasangan tsb didukung oleh Golkar yang telah berkomitmen mendukung Jokowi untuk periode kedua. Keberadaan Partai Demokrat sebagai pengusung pasangan ini bukanlah hambatan berarti bagi Jokowi karena SBY sebagai 'pemilik' Partai Demokrat bukanlah rival potensial Jokowi.
SBY pada permainan Pilkada Jabar tentu lebih memilih 'wait and see' bahkan cenderung oportunistik untuk membuka peluang bagi AHY, tokoh muda potensial yang sudah dikenal sebagai 'putra mahkota' dinasti SBY. Artinya, jika pasangan Demiz-Demul yang memenangkan kontestasi Pilkada Jabar maka Jokowi tak begitu risau, masih bisa adu tawar dengan SBY.
Di sisi lain, ada pasangan Ridwan Kamil-Uu Ruzhanululum (Emil-Uu) yang justru banyak diisyukan sebagai pasangan titipan istana Jokowi. Keberadaan Partai Nasdem sebagai pendukung utama pasangn ini menguatkan sinyalemen itu karena Nasdem adalah partai yang selalu mendukung Jokowi tanpa reserve. Sayangnya partai pendukung pasangan ini berada dalam ketegangan elastis antara PKB dan PPP yang sibuk dalam memperebutkan peran dominan. Jika tak pandai mengelola irama maka tali pengikat koalisi bisa putus dan mesin partai akan bekerja setengah hati. Maka pasangan yang konon digadang Jokowi ini bisa saja rontok.