Mohon tunggu...
Fidel Dapati Giawa
Fidel Dapati Giawa Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Nulis dangkadang, tergantung mood

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ternyata Ridwan Kamil Butuh PDIP

3 Januari 2018   22:44 Diperbarui: 3 Januari 2018   22:53 1123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menyongsong Pilkada jabar, aroma pertarungan gengsi antara lembaga survey dan partai terlihat dalam figur Ridwan Kamil. Incumbent Walikota Bandung yang selalu menduduki elektabilitas dan populartas tinggi itu akhirnya sowan alias menghadap para pejabat partai di kantor DPP PDIP Jakarta hari ini, Rabu 3 Januari 2018.

Entah apa hasil konkrit dari pertemuan itu, tapi saya dapat memastikan bahwa kedatangan Ridwan Kamil pastilah menyangkut dukungan pencalonan dirinya sebagai Gubernur Jawa Barat.

Padahal ketika DPD PDIP  membuka pendaftaran tahun lalu, Ridwan Kamil bahkan tak melirik momentum itu walaupun sudah ada tanda-tanda kemesraan ketika Ridwan Kamil diberi panggung beberapa acara yang digelar oleh PDIP.

Tak adanya lirikan Ridwan Kamil bisa jadi karena minimnya kemampuan komunikasi politik jajaran pengurus PDIP Jawa Barat, alias kurang gaul. Atau bisa juga karena adanya keinginan Ridwan Kamil untuk dilamar oleh PDIP karena sudah punya modal politik dahsyat berupa elektabilitas dan popularitas tinggi.

Kunjungan Ridwan Kamil ke DPP PDIP jelang masa pendaftaran yang tinggal menghitung hari, dapat juga dimaknai sebagai langkah di ujung asa ketika partai koalisinya yang teridiri dari PKB, PPP dan NADEM ternyata tak jua mengahasilkan kesepakatan mengenai siapa pendamping Ridwan Kamil. PKB maupun PPP sama-sama ngotot ingin mendudukkan kadenya sebagai calon Wakil Gubernur yang akan mendampingi Ridwan Kamil. 

Dua partai islam ini, PKB dan PPP memang wajar berebut mendudukkan kadernya sebagai wakil. Hal ini bukan hanya soal gengsi atau pamor partai melainkan juga bagian dari pertarungan sengit memperebutkan konstituen. PKB dan PPP memiliki irisan konstituen yang sangat tebal, dimana keduanya mengasalkan basis Nahdliyin sebagai basis konstituennya. 

Sebagaimana dimaklumi, momentum Pilkada memiliki kesinambungan pada pemilu legislatif 2019. Artinya momentum Pilkada bukan hanya pertarungan perebutan jabatan Gubernur dan wakil Gubernur, melainkan momentum memelihara basis konstituen dengan mwngandalkan logistik kandidat. Inilah alasan mengapa kedua partai ini ngotot mendudukkan orangnya sebagai calon Wakil Gubernur mendampingi Ridwan Kamil.

Di sisi lain, Partai Nasdem duduk manis hampir tanpa riak dalam tarik menarik itu. Kita mahfum bahwa Nasdem tidak punya nilai tawar tinggi dalam soal perebutan pendamping. Dengan manuver Nasdem sebagai partai pertama pengusung Ridwan Kamil, ia merasa telah menemukan mutiara yang selalu moncer di mata survey. 

Dengan slogan indah "politik tanpa mahar" Nasdem selalu membuka diri untuk mendukung calon yang oleh lembaga survey dianggap sebagai "barang jadi". Itulah sebabnya kenapa Nasdem twnggelam selama tarik menarik yang menegangkan urat saraf para politisi di Jawa Barat. Nasdem hanya bisa menunggu karena ia telah terkunci oleh manuvernya sendiri yang terlalu dini mencomot kandidat besutan lembaga survey. Nasdem hanya bisa menunggu dalam ketegangan. Kiranya di masa yang akan datang Nasdem dapat mengambil hikmah dari fenomena Pilkada Jabar ini

Bukan hanya oleh Nasdem, para kandidat yang ingin maju dalam kontestasi pilkada maupun pilpres parut memetik hikmah, demikian juga partai-partai lain. Pesan utamanya adalah bahwa partai dan para kandidat jangan lalai membangun komunikasi politik sekalipun semua  lembaga survey sudah memberikan jaminan kemenangan atas suara rakyat.

Politisi sejati bukanlah produk lembaga survey melainkan produk dari dinamika partai sebagai aktor utama dalam sistem demokrasi. Kasus soawannya Ridwan Kamil ke PDIP menjelang pendaftatan landidat, telah menyajikan bukti yang sah dan meyakinkan bahwa setinggi apapun popularitas dan elwktabilatas seorang kandidat, tetap yang berperan adalah partai politik, bukan lembaga survey.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun