Kenapa dulu para pemuda itu bisa sepakat? Ya, mereka yang bertemu dan berkumpul melaksanakan Kongres di negeri jakarta kala itu. Hanya dua hari mereka bertemu. Tak menghasilkan gagasan dan konsep panjang lebar yang tersusun dengan kata-kata indah bertabur istilah hebat sebagai tanda karya terpelajar. Mereka cuma mengucapkan pengakuan. Namun mereka telah meletakkan fondasi untuk sebuah rumah besar dan megah bernama INDONESIA. Amboi, alangkah hebatnya para pemuda itu.
Mereka itu adalah: Djojopoespito dari Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI), R.M. Djoko Marsaid (Jong Java), Mohammad Yamin dari Jong Sumateranen Bond, Amin Sjarifuddin mewakili Jong Bataks Bond, Djohan Mohammad Tjai (Jong Islamieten Bond), R. Katja Soengkana (Pemuda Indonesia), Senduk (Jong Celebes), Johanes Leimena (Jong Ambon), dan Rochjani Soe’oed (Pemuda Kaum Betawi), serta masih banyak lagi yang lainnya.
Bagaimana mereka bisa terikat dalam satu istilah yang masih asing: Indonesia?
Sedang pada saat itu yang melayani mereka adalah pemerintahan Hindia Belanda alias Netherland Hindies? Sungguh mereka, para pemuda itu, punya imajinasi. Bisa-bisanya mereka mereka-reka sesuatu yang asing. Lebih hebat pula bahwa kemudian setelah 17 tahun, menjadi kenyataan pula apa yang telah mereka imajinasikan itu, yakni sebuah negara: Republik Indonesia. Alangkah hebatnya pemuda itu.
Padahal mereka tak pernah bersumpah. Mereka hanya sekedar mengaku dan manyatakan cita-cita dan keinginan. Mereka cuma sekedar mengaku " bertumpah darah yang satu, tanah indonesia", terus mereka hanya sekeder berniat "menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia" dan sekedar mengaku "berbangsa yang satu, bangsa Indonesia". Alangkah hebatnya para pemuda itu.
Tujuh belas tahun sejak hari mereka menorehkan tekad. Ya, tujuh belas tahun kemudian mereka mencetuskan berdirinya Negara Republik Indonesia. Tentu saja pergumulan mereka tidak hanya sejak peristiwa Kongers Pemuda itu. Mereka telah memulainya sejak jaman Gubernur Jenderal D. Fock, atau malah sejak jaman Gubernur Jenderal Limburg Stirum mengusai Hindia Belanda. Alangkah panjangnya rentang waktu dan sejarah mereka lalui.Kemudian mereka nyatakan tekad bersejarah itu pada masa pemerintahan Gubernur Jendra de Graeff.
Mereka kah pemuda yang semangatnya berkobar-kobar itu? Mereka kah pemuda yang pernah Bung Karno minta ketika berkata: 'Berikan aku sepuluh pemuda maka aku akan menggoncang dunia'? Terus terang, aku bukanlah pemuda itu. Aku bukanlah salah satu dari sepuluh pemuda itu.
Aku adalah pemuda yang bertumbuh dalam perut Orde Baru, yang di didik di bangku Sekolah Dasar Inpres, dimanjakan oleh stabilitas yang dinamis, bermandi produk impor yang serba instan, serta senang memainkan kata yang tak punya arti.
Sumpah, aku tak bisa seperti para pemuda itu. lagi pula aku tak akan percaya pada sumpah di bawah kitab suci. Karena aku telah sering melihat melalui televisi para pejabat yang bersumpah tak akan korupsi tapi kenyataannya tetap korupsi. Para aktifis yang teriak anti korupsi tapi tak bisa menjaga tekad diri.
Lihatlah, empat belas tahun umur reformasi. Dulu mereka bertekad berantas KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme). Hari ini, para penguasa dari kalangan pejuang reformasi itu malah bikin partai untuk anak bini. Kalau bakan istri, ya anaknya jadi elit partai kemudian jadi legislator atau malah jadi bupati. Sedang Soeharto yang mereka kritik perlu waktu 30 tahun baru berani bermain kolusi dan nepotis. Sungguh sebuah ironi sehingga aku tak habis pikir.
Para pemuda itu, yang telah bertekad mewujudkan sebuah negeri telah memberi sesuatu yang berarti. Mereka pantas diingat dan dihormati. Sedang aku dan pemuda jaman kini, senang bersumpah tapi tak pernah memenuhi janji.***