[caption id="attachment_154860" align="aligncenter" width="620" caption="Abraham Samad (TRIBUNNEWS/HERUDIN)"][/caption] Plus Nilai plus Abraham Samad sebagai Ketua KPK yang baru pertama-tama adalah karena ia bukan tokoh yang dijagokan dan ia bukan tokoh yang populer sebelumnya. Karena ia bukan tokoh yang dijagokan maka keterpilihannya menjadi kejutan. Karena tak diduga sebelumnya, maka konsolidasi yang dibangun para koruptor menyongsong perubahan pimpinan KPK menajadi berantakan. Setidaknya perlu waktu untuk menyusun ulang pola kolaborasi penyelamatan diri.*** Sudah menjadi rahasia umum di negeri ini bahwa setiap agenda pergantian pejabat diwarnai kasak kusuk kelompok kepentingan. Demikian pula halnya dengan pergantian Pimpinan KPK. Terlebih pergantian itu melalui mekanisme pemilihan di DPR, sebuah mekanisme yang selama ini penuh trik dan intrik. Pemilihan Ketua KPK juga, mau tidak mau diwarnai lobby, trik dan intrik yang dimainkan kelompok kepentingan. Kelompok kepentingan yang ada di barisan terdepan dalam hal ini adalah koruptor. Di tingkat nasional, nama Abraham Samad tak mencuat. Dengan demikian ia masih relatif berjarak dengan publik figur maupun pejabat dan para tokoh. Kedekatan biasanya mendatangkan rasa sungkan dalam melakukan tindakan tegas. Ini adalah sifat dasar manusia. Terlebih dalam sistem hukum yang carut marut dan selalu tercampur baur dengan proses politik. Maka dengan ketidaktenaran Abraham Samad, mudah-mudahan langkah pemberantasan korupsi yang dilakukannya bisa lebih punya daya dibanding prestasi KPK pasca Antasari dilengserkan oleh rekayasa hukum. Minus Aspek minus Abraham Samad adalah ia terlalu galak menggertak, tidak low profile menerima amanah yang telah dipercayakan kepadanya. Gertakan Abaraham Samad bisa bermakna keangkuhan. Itulah yang tergambar ketika ia mengatakan 'bahkan saudara saya pun akan saya gantung kalau terbukti korupsi'. Keangkuhan biasanya mudah mengakibatkan lupa diri. Sedangkan lupa diri adalah titik awal kejatuhan. Dalam hal ini, mungkin saja ia mudah berbalik sikap dari apa yang semula ia nyatakan dengan lantang dan gagah. Gertakan Abraham Samad juga mengundang para koruptor segera mengkonsolidasi diri, mereka akan pasang kuda-kuda. Koruptor adalah kejahatan yang diakukan oleh orang yang berkuasa, atau pernah berkuasa, atau setidaknya punya akses ke kekuasaan. Mendengar gertakan Samad yang demikian melambungnya, tentu koruptor segera mengkonsolidir jejaringnya untuk mempersiapkan benteng pertahanan. Tidak tertutup kemungkinan bahwa serangan balik koruptor akan segera ditujukan pada diri Abraham Samad seacra pribadi. Ingatlah, bahwa Antasari yang berlatarbelakang pejabat di Kejagung yang tentunya punya relasi mapan di jejaring kekuasaan, masih bisa diserang balik oleh skenario kotor para koruptor. Plus Sekaligus Minus Abraham Samad terpilih mungkin bentuk perlawanan fraksi partai-partai yang berseberangan dengan pemerintahan SBY sekaligus kejengkelan terhadap KPK yang ada sekarang ketika memperlihatkan keberpihakan kepada rezim SBY dalam kasus bank Century. Sebelum pemilihan anggota komisioner baru, Busyro Muqodas melakukan psywar melawan DPR dengan statement-statement spekulatif mengenai tersangka dari kalangan anggota DPR. Di sisi lain, para penggagas Angket Century dibuat jengkel oleh jawaban KPK yang selalu mengatakan 'belum menemukan unsur pidana'. Dua hal ini barangkali telah memicu konsolidasi politik diantara partai-partai yang berseberangan (walau ada yang berkoalisi secara formal diantara partai yang saya sebut berseberangan tersebut) dengan pemerintahan SBY. Jika ini yang terjadi maka peluang Abaraham Samad untuk tetap menjalin dukungan politik dalam melakukan tindakan radikal dalam pemberantasan korupsi mungkin bisa dicapai. Pemberantasan korupsi pada dasarnya memerlukan dukungan politik yang kuat, tidak cukup sekedar kecerdasaran dan kecanggihan alat penyidikan/pembuktian. Namun dukungan yang bersifat spontan ini bisa juga menjadi bumerang karena tidak ditautkan dengan komitmen strategis dan berjangka panjang. Bisa jadi Abaraham Samad hanya mendapat dukungan politik sekedar dalam kasus Bank Century sedang kasus-kasus lain tidak mendapat dukungan. Namun, hal ini pun masih cukup baik karena ada langkah membongkar kasus besar. Yang berbahaya adalah apabila Abraham Samad hanya dibiarkan sendirian setelah terpilih, dan DPR hanya sekedar menunjukkan kepada SBY bahwa DPR juga bisa 'mengatur", dan untuk selanjutnya DPR melakukan deal politik langsung dengan SBY.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H