Rencana Menteri Keuangan untuk menciutkan jumlah PNS adalah sebuah tindakan berani yang sangat diperlukan. Telah sering dikemukakan oleh berbagai kalangan bahwa beban anggaran negara maupun anggaran daerah untuk belanja pegawai telah sangat membeni anggaran. Baik anggaran APBN maupun APBD di berbagai daerah, porsi belanja pegawai berupa gaji dan honor rata-rata melebihi setengah dari total anggaran belanja. Sementara di sisi yang lain, hampir di setiap kantor pelayanan pemerintahan banyak pegawai yang tidak melakukan pekerjaan apa-apa, hanya datang ngantor kemudian mondar mandir lalu pulang ketika jam kantor selesai.
Menurut penelitian Forum Indonesia Untuk Transpransi Anggaran (Fitra) terdapat 16 Kabupaten/Kota yang belanja pegawai dalam APBD nya lebih dari 70%, dan yang tertinggi adalah kabupaten Lumajang yang mencapai 83%. Anggaran belanja daerah habis untuk pegawai, apakah itu bukan beban?
Pada awal kepemiminan SBY-Kala tahun 2004 sempat ada pernyataan bahwa tidak akan ada penambahan jumlah negeri. Bahkan pada tahun awal kepemimpinan duet ini, pertumbuhan pegawai negeri mengali angka negati (-1,6%). Namun tidak bertahan lama, tahun 2005 pertumbuhan kembali positif sebesar 2,09% dan meledak lagi pada tahun 2007 dengan pertumbuhan sebesar 9,18% dan pada 2009 sebesar 10,8%. Jika dirata-rata dari tahun 2004 hingga 2010 maka pertumbuhan pertahun sebesar 3,45%. Jadi rata-rata pertumbuhan pegawai negeri sipil melebihi angka pertumbuhan penduduk yang hanya sebesar 1,49% berdasarkan data BPS 2011.
Berikut data pertumbuhan pegawai negeri tahun 2003 -2010 (sumber: http://www.bkn.go.id/)
Tahun
Pria
% Pertumbuhan
Wanita
% Pertumbuhan
Jumlah
% Pertumbuhan
2003
2.172.285
1.475.720
3.648.005
2004
2.130.299
-1,93
1.457.038
-1,27
3.587.337
-1,66
2005
2.131.674
0,06
1.530.662
5,05
3.662.336
2,09
2006
2.144.320
0,59
1.580.911
3,28
3.725.231
1,72