Mohon tunggu...
Fidel Dapati Giawa
Fidel Dapati Giawa Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Nulis dangkadang, tergantung mood

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Jangan Lancang Menulis Surat Pada Kaisar

11 April 2011   05:44 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:56 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku adalah Kaisar dengan sembilan mahkota. Memimpin seratus tujuh puluh juta kepala yang tertunduk, dari barat sampai ke timur, dari Sabang sampai Merauke.

Aku terima mahkota kekaisaran dengan hikmat, dibawah panji-panji kebesaran dan lantunan syair mistik dan doa para empu yang agung.

Aku adalah Kaisar yang empunya kuasa dan wewenang. Maka siapapun diantara rakyatku perlu berkat dari wewenang dan kuasaku haruslah mengerti arti wewenang dan kuasa yang ada padaku. Jangan sembarang meminta, apa lagi berkirim surat terbuka segala.

Jangan sembarangan mengeluh di hadapan Kaisar. Apa lagi sampai meminta. Bahkan memberi saran pun tak diperkenankan jika bukan Kaisar yang meminta.

Surat kepada Kaisar harus disampaikan secara hikmat, dengan kepala tertunduk, dengan bahasa yang santun. Surat kepada Kaisar musti dilampirkan upeti.  Terlebih jika surat yang disampaikan berisi permohonan perlindungan dari wewenang dan kuasa Kaisar. Berkirim surat tanpa upeti adalah penghinaan terhadap tahta kekaisaran yang agung, maka murka kaisar akan membalaskan kelancanganmu.

Jangan lancang menulis surat kepada Kaisar. Apa lagi kalau isi surat diumbar dengan corong-corong media, dijadikan bahan rumpi di tengah sawah dan dikerumunan manusia di pasar-pasar. Ini adalah pembangkangan kepada tahta kekaisaran yang musti mendapat ganjaran setimpal.

Aku adalah Kaisar dari seratus tujuh puluh juta kepala yang tertunduk. Mereka yang membicarakanku hanya berani berbisik-bisik. Siapa yang menantangku memang tak langsung kupancung. Tapi ingat, siapa yang tidak korupsi di dalam alam yang memang korup? Maka jika ada yang menantangku ia akan berhadapan dengan KPK, ia akan berhadapan dengan hukum agung di bawah kitab Tipikor.

Siapa yang lancang berkirim surat kepada raja memohon perlindungan dari bajak laut negeri seberang? Belum juga upeti bersinggah di pelataran kota raja, ia telah berani meminta berkat dari kuasa dan wewenangku? Sungguh perbuatan lancang yang musti dipancung seandainya saja negeri tetangga tak menyoroti dengan sinar mata Hak Azasi. Sungguh... aku telah menorehkan hukum bagi dia yang lancang. Dan aku biarkan keluarganya menjadi santapan malam bajak laut yang ganas dan lapar. Ini adalah hukuman yang pantas bagi mereka yang lancang menyoal kuasa dan wewenangku.****

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun