Mohon tunggu...
Fidel Dapati Giawa
Fidel Dapati Giawa Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Nulis dangkadang, tergantung mood

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Praduga Bersalah Untuk Koruptor

24 April 2010   06:45 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:36 589
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sangat aneh, dalam dua minggu pemecatan terhadap Gayus Tambunan selesai diproses. Sedangkan Jaksa Cirus Sinaga hanya dicopot dari jabatan. Sementara Bahasyim Assyfie belum jelas sanksi apa yang dijatuhkan oleh kantornya. Begitu pula dengan para anggota Polisi yang terlibat kasus Gayus Tambunan, baru Edmon Ilyas yang sudah dapat jatah dicopot dari jabatan sebagai Kapolda, entah bagaimana nasib Kompol Arafat dan anggota lainnya yang terlibat.

Baiklah, hukuman mati belum bisa diterapkan karena kontroversi dalam keyakinan dan penegakan Ham. Tapi apa susahnya memberhentikan mereka-mereka dari jabatan dan status kepegawaian mereka? Oh ya, ada asas praduga tak bersalah, inilah alasan yang menjadi tameng untuk menyelamatkan kedudukan dan status kepegawaian para pelaku korupsi.

Saya sering berseloroh dengan teman-teman. Dengan mereka gunakan baju kedinasan itu saja mereka sudah seharusnya tunduk pada asas praduga bersalah. Walau berseloroh, saya serius menjelaskan bahwa mereka yang menjadi pegawai negeri atau pegawai yang digaji dengan uang negara, padanya melekat wewenang untuk ngatur kehidupan kita-kita yang partikelir ini. Secara substansial mereka memang memiliki potensi menyalahgunakan wewenang itu. Namanya juga manusia. Kita yang ga punya wewenang atas nama negara aja ada potensi melanggar hak orang lain, apa lagi mereka yang punya wewenang?

Alasan lainnya yang terpenting adalah. Bahwa asas praduga tak bersalah itu adalah asas yang berlaku mutlak dan tak bisa ditawar di dalam proses yustisi. Proses penegakan hukum. Harus dibedakan dong proses penegakan hukum serta sanksi hukum, dengan proses penegakan disiplin internal organisasi serta penegakan sanksi sosial. Argumen ini memang masih perlu penelaahan serius, khususnya dari sisi filsafat hukum. Tapi ga usah dululah kita bicara hal yang rumit soal filsafat hukum. Untuk menyangkal motif penegakan asas praduga tak bersalah itu, saya tanyakan kepada teman-teman, untuk apa mereka menegakkan asas praduga tak bersalah dalam soal penjatuhan sanksi pemecatan sementara di depan penyidik, mereka sendiri diperlakukan semena-mena: misalnya dibentak-bentak, dipanggil semaunya penyidik, dst... dst....

Sekali lagi, saya ingin mengatakan bahwa menolak memecat tersangka adalah sebuah bentuk perlindungan sosial kepada perilaku korup. Inilah salah satu wujud solidaritas koruptor yang saya tulis disini.

Kembali pada perbandingan sosok Gayus, Cirus, Bahasyim, Edmon, Arafat, dll. Gayus, adalah pegawai rendahan dan dia tak lebih dari sekedar alat. Sedangkan pegawai lain yang udah punya kedudukan, adalah bagian dari jejaring sindikat yang sudah mapan dalam lingkaran kekuasaan korup. Jadi, mereka tak mudah disingkirkan. Sudah banyak kejadian, ketika seorang pejabat kena masalah atau isu paling banter dipindahkan. Beberapa tahun kemudian, si-bermasalah kembali dengan kedudukan dan jabatan baru yang mungkin lebih mentereng dan ..... basah. Kenapa bisa begitu? Karena ia bisa punya kedudukan sebelumnya adalah karena peran jejaring internal yang sudah ‘tahu sama tahu'. Bahkan pernah terjadi, seorang anggota DPRD sudah dua tahun di penjara ternyata selama di penjara dia masih menerima gaji. Luar Biasa.

Jadi, jika kita tak bisa menentukan sikap terhadap hukuman mati karena controversial dan menyangkut keyakinan yang absurd terhadap HAM. Tolonglah, wahai penguasa pecatlah mereka para pegawai yang digaji dari uang negara jika sudah jadi tersangka korupsi. Segeralah, jangan berikan toleransi kepada ‘kekhilafan' atas amanat rakyat. Jangan berikan permakluman terhadap kejahatan korupsi. Jika tak bisa mencabut nyawa, cabutlah mereka punya jabatan, pecatlah dan bila perlu tanpa gaji pensiun. Kalau hanya mencopot jabatan dan memindahkan mereka, mereka masih menggunakan wewenang yang tersisa melalui jejaring dan solidaritas para korup.

Jangan terus bersembunyi di balik asas praduga tak bersalah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun