Mohon tunggu...
Nabilla Zulfa
Nabilla Zulfa Mohon Tunggu... -

ASBI Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Tersesat di Sunda Kelapa

25 November 2014   04:53 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:56 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Lagi-lagi aku menatap jam dinding. Rasa bosan telah menghantui ragaku. Rasanya ingin kutiup jarum panjangnya hingga menyentuh angka sembilan. Aku menunggu dengan sabar. Sampai akhirnya takdir Allah menyetujui permohonanku. Bel sekolah berdentang dan tibalah saatnya pulang. Surga dunia datang menghampiriku. Tapi masih ada dua hambatan lagi, assembly dan SAT. Aku berjalan dengan langkah gontai namun dengan semangat yang membara membayangkan keadaan nanti malam, dimana aku akan tidur di kasur terempuk di rumahku.

Nerakaku hari ini telah berakhir. Beruntung sekali langit sore ini cerah. Karena ayahku akan menjemputku untuk pulang ke rumah dengan sepeda motor buah perjuangannya. Perjalanan yang cukup panjang ditempuh dari Bogor ke Jakarta. Kami melewati perkampungan dan berhasil mendahului beberapa truk maupun bus besar. Baru aku sadari, ternyata cara mengemudi ayah sedikit menyeramkan.

Kami sampai di Jakarta setelah Maghrib. Hari yang cukup melelahkan. Aku khawatir akan timbul bisul merah di wajah atau jerawat esok hari karena pori-porinya berhasil terhambat oleh partikel polusi udara Bogor-Jakarta. Aku segera membersihkan diri dan menyantap makan malam yang benar-benar aku rindukan, masakan mama. Setiap suap nasi yang masuk ke mulutku bagaikan sebongkah emas di mata wanita. Begitu berharga dan dirindukan.

Aku mencek hp-ku. Ada beberapa pesan dari temanku yang hari ini juga pulang ke rumahnya yang berada di sekitar Jakarta. Kami memang sudah membuat janji sebelumnya untuk jalan-jalan bersama. Namun, tak kuduga semua ini benar-benar akan berjalan sesuai rencana. Kukira hanyalah sebuah wacana belaka. Beberapa dari mereka mengajakku keliling Kota Jakarta bersama. Aku pun menyetujuinya dan berharap esok pagi menjadi hari paling indah untukku.

Matahari mulai menyongsong dari Timur. Aku membuka mata dan terheran sejenak. Sepersekiandetik kemudian aku menyadari bahwa aku berada pada ruangan kecil yang begitu nyaman dengan bantal dan guling warna merah muda favoritku. Aku berada di kamarku, di rumah ! Aku bergegas ke kamar mandi dan memulai aktivitas mandi pagiku. Setelah selesai, aku menyantap nasi goreng dengan resep terenak yang pernah ada. Tidak lain dan tidak bukan, chef-nya adalah mamaku.

Aku mengajak adikku untuk ikut hangout bersamaku. Karena pada saat itu hanya ada satu teman laki-lakiku yang ikut bersama kami. Sebenarnya alasan utamaku mengajak adikku adalah karena rasa bersalahku melupakan ulang tahunnya. Aku memang lahir di Ibukota, tapi sejujurnya baru satu kali aku mengelilingi daratan kecil di Pulau Jawa ini, itupun belum keseluruhannya.

Waka telah menunggu aku dan adikku di Kota Tua, sebuah tempat bersejaran di Jakarta yang cukup jadi minat bagi turis asing. Gaya bangunannya yang masih terjaga dan tidak mengalami perubahan berarti sejak zaman kolonial menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjungnya dan berhasil meningkatkan nafsu untuk befoto ria. Ternyata Waka mengajak kedua teman perempuannya yang asing bagiku, apalagi adikku.

Kami berlima menunggu kedatangan teman kami lainnya, Astari dan Widya. Mereka datang terlambat dan berhasil membuat kami meringis berpanas-panasan di depan Museum Fatahilah. Hanya kata sorry yang menjadi penyambut keterlambatan mereka untuk kami. Setelah memastikan semuanya telah hadir, kami membeli tiket masuk museum Wayang yang letaknya tidak jauh dari Museum Fatahilah. Kami melihat berbagai macam patung dari berbagai macam daerah di Indoensia maupun mancanegara.

Setelah mengelilingi Museum Wayang, kami menyantap makan siang, yaitu sate padang. Rasanya kurang enak, namun berhasil meniadakan suara keroncongan dari sistem pencernaan kami. Kami melanjutkan perjalanan menuju Museum Seni dan Keramik. Sangat luar biasa ! Kami dapat melihat seni lukis asli dari pelukis ternama. Aku sangat tertarik pada seni lukis dan rasanya sangat menakjubkan sekali dapat melihat lukisan asli dari pelukis ternama.

Kami melanjutkan perjalanan. Salah seorang teman kami mengusulkan untuk mengujungi Sunda Kelapa. Yap ! Pelabuhan tempat kapal-kapal berlayar. Matahari semakin terik, tapi justru semakin membulatkan tekad kami untuk menuju Sunda Kelapa dengan sepeda ontel yang disewakan. Setiap sepeda yang disewa dapat dinaiki dua orang. Jadi, aku terpaksa membonceng adikku yang sesekali bergantian menggowes sepeda.

Kami tersesat. Setah hampir 15 menit berkeliling, tak kunjung jua kami menemukan pelabuhan itu. Apalagi kami telah melewati jalur yang sama dua kali dan tetap tidak menemukannya. Yang kami dapatkan hanyalah mandi dengan keringat karena terik matahari. Hitam sudah kulitku. Beruntungnya aku berjilbab dan bertopi. Jadi hanya sebagian tangan dan wajahku yang menjadi belang terserang panasnya Kota Jakarta. Akhirnya, kami berhasil menemukan Sunda Kelapa berkat bantuan bapak-bapak yang duduk-duduk di sekitar jalan yang kami lewati. Namun, masih ada hambatan lain. Tertera papan di depan Sunda Kelapa yang melarang turis asing masuk kedalamnya. Rasa kesal dan kecewa telah memuncak seraya mendidih terbakan matahari. Kami memutar arah untuk kembali ke area Kota Tua.

Waka punya rencana lain. Ia mengajak kami ke Monas, sebuah Monumen Nasional yang belum pernah aku datangi. Hanya saja sudah bosan melihat rupanya di kota kelahiranku ini. Kami keluar dari daerah Kota Tua. Sebelum menaiki Busway, kami mampir terlebih dahulu di Museum Bank Mandiri dan Museum Bank Indonesia. Tidak ada hal yang terlalu spesial, karena ini kali kedua aku memasuki kedua museum itu.

Kami menaiki Busway dan tersisa aku, adikku serta Astari yang tidak mendapatkan tempat duduk. Sempat terjadi baku hantam antara aku dan Astari saat ada sebuah kursi kosong. Tentunya ukuran tubuhku yang kecil kalah saing dengnnya. Akhirnya aku harus merelakan duduk dekat kap mesin yang cukup membuat bokongku kepanasan. Herannya adikku santai saja mengalami hal ini. Kami turun dari Busway dan ternyata jam telah menunjukkan pukul 15.45 sore. Halte Busway tempat kami turun ternyata cukup jauh dari pintu gerbang Monas. Kami berjalan terburu-buru mengejar waktu agar lift Monas tidak tutup sebelum kami sampai.

Jam 16.00 telah lewat sekitar 10 menit. Kami masih berlari mengejar waktu berharap kami bisa melihat pemandangna Kota Jakarta dari puncak Monas. Tapi, pupus sudah harapan itu. Pintu gerbang Monas telah ditutup sekitar jam 16.00. Sehingga yang bisa kami lakukan hanyalah duduk mengampar di rerumputan lapangan Monas, layaknya kawanan gelandangan yang tak punya tujuan pulang. Tapi masih ada keuntungan yang kami dapatkan. Widya yang aslinya dari Palembang dapat mencoba makanan khas Jakarta, yaitu kerak telor. Cukup memuaskan lidah kami semua, menikmati langit biru yang memudar serta bercengkrama layaknya teman baru.

Rupanya waktu tak mendukung banyak. Hari semakin sore dan hampir tiba waktunya malam. Kami kembali menaiki transportasi murah meriah untuk menuju Blok M dan menikmati makan malam bersama sebelum kembali ke rumah masing-masing. Setelah itu, aku dan adikku menaiki Metromini dan kembali ke rumah.

Sesampainya di rumah, aku menceritakan kekesalanku di Sunda Kelapa. Ayahku berkata bahwa larangan itu hanya berguna bagi turis asing, karena ada pungutan tertentu bagi mereka. Sementara untuk pengunjung biasa seperti kami sesungguhnya diperbolehkan masuk. Bahkan tersedia Restauran Seafood di dalamnya. Aku benci mendengar penjelasan ini, sekaligus menyesal.

Hari yang panjang dan melelahkan. Hari dimana kebebasan seakan di tanganku. Hari dimana aku bisa berkeliling Kota Jakarta bersama teman-temanku untuk yang kedua kalinya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun