Selain bahasa penuturan yang ringan, minimnya karakter utama di buku ini juga membuatnya lebih mudah dibaca.
Meski pada sepertiga terakhir buku muncul banyak nama, tapi secara umum hanya ada tiga karakter utama di buku.
Selain Aku, ada temannya yang seorang arsitek, dan satu lagi perempuan yang menghubungi Aku lewat email dan ternyata punya relasi erat dengan rumah aneh itu.
3. Banyak plot twist
Bagi saya, salah satu kesan yang paling menempel sepanjang membaca buku ini dan saat menulis ulasan ini adalah banyaknya "plot twist" yang tersebar di sepanjang cerita.
Penulis pandai mematahkan asumsi pembaca menjadi sesuatu yang agak di luar dugaan.
Gara-gara plot twist ini, beberapa kali saya "terpaksa" melanjutkan baca karena tanggung dan ingin tahu lanjutannya.
Saking banyaknya plot twist, ada satu titik di sepertiga akhir cerita, yang membuat saya membatin: "duh apa lagi sih???!" karena bakal ketemu satu situasi yang lagi-lagi di luar dugaan.
4. Memainkan psikologi pembaca
Minimnya narasi di luar dialog dan plot twist di beberapa titik secara tidak langsung memunculkan asumsi di setiap pembaca. Jangankan di banyak pembaca, saya dan suami saja punya interpretasi berbeda soal cerita di salah satu adegan dalam buku.
Akhir ceritanya, lagi-lagi, ditutup dengan asumsi dua tokoh utama, Aku dan teman arsiteknya. Meski bisa dibilang tipe akhir yang gantung, tapi asumsi keduanya seolah mengarahkan pembaca ke akhir cerita tertentu, yang sebetulnya sama sekali tidak dituliskan dengan gamblang.
Branding dari penulis, Uketsu, yang misterius di berbagai media sosial juga seolah mendukung kisah ini dengan bungkus yang misterius sepenuhnya. Penyuka cerita misteri jelas makin greget menikmati kisah ini.
9 dari 10 buat saya. Nilai yang tidak sempurna karena saya menyisakan ruang kritik. Termasuk salah satunya karena dari segi cerita, beberapa poin buat saya agak absurd. Belum tentu ceritanya yang kurang bagus, bisa jadi karena poin-poin itu kurang relate dengan keseharian saya, maka pemikiran saya kurang "nyampe".