Pencatatan ini perlu dilakukan oleh pelaku UMKM untuk mempermudah wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan, seperti pengisian SPT, perhitungan penghasilan kena pajak, PPN, dan PPnBM, serta mengetahui posisi keuangan dari hasil kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
Jadi, untuk UMKM dengan penghasilan bruto setahun kurang dari Rp4,8 miliar maka penghasilan netonya dapat dihitung dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto. Penghitungan Penghasilan Neto dan pajak terutang dengan Norma Penghitungan Pengahasilan Neto adalah dengan cara mengalikan besarnya peredaran bruto dengan Persentase Norma Penghitungan. Wajib pajak Orang Pribadi diperkenankan menggunakan pencatatan.
Sedangkan, Bagi UMKM yang dimiliki oleh perseorangan/Orang Pribadi dengan omzet/peredaran bruto Rp4,8 miliar atau lebih dan UMKM berbentuk badan (Firma atau CV) harus menggunakan pembukuan dengan berpedoman pada Standar Akuntansi Keuangan, sedangkan untuk kepentingan perpajakan diperlukan penyelarasan dengan Undang Undang Perpajakan yang berlaku dan tidak diperlakukan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Bruto Tertentu. Oleh karena itu dalam penyajian laporan keuangan perlu ada rekonsiliasi antara laporan keuangan komersial menjadi laporan keuangan fiskal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H