UMKM adalah salah satu pilar penting bagi perekonomian negara Indonesia. Menurut data dari Kementerian Kopersi dan UKM, di Indonesia pada tahun 2019, terdapat 65,4 juta UMKM. Jumlah UMKM yang sangat besar tersebut tentu saja dapat memberikan sumbangan bagi penerimaan negara melalui pengenaan Pajak Penghasilan (PPh).Â
Pelaku UMKM dikenakan tariff pajak penghasilan mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) No.23 Tahun 2018, tariff pajak sektor UMKM yang semula 1% diturunkan menjadi 0,5% untuk wajib pajak UMKM yang omzetnya masih di bawah Rp4,8 milyar. Jangka waktu penggunaan ketentuan pajak UMKM yaitu paling lama adalah 7 Tahun Pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, 4 Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, atau firma, dan 3 Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk perseroan terbatas.
Tariff pajak tersebut dikenakan atas peredaran bruto sesuai dengan prinsip perhitungan nilai pajak terutang berdasarkan indikator selain penghasilan neto. Hitungan omzet yang menjadi acuan dikenakan tarif PPh final 0,5% adalah omzet per bulan. Bila selanjutnya omzet Wajib Pajak (WP) melebihi Rp4,8 miliar, tarif yang sama 0,5% tetap dikenakan sampai dengan akhir tahun pajak WP tersebut selesai.
Kemudian, pertanyaan selanjutnya yang sering membuat pelaku UMKM bingung adalah bagaimana cara menentukan untuk menggunakan pencatatan atau pembukuan dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Pada artikel ini akan dibahas mengenai perbedaan pembukuan dan pencatatan untuk wajib pajak UMKM, mana yang akan lebih tepat digunakan sesuai dengan keadaan UMKM tersebut.
PengertianÂ
Pencatatan adalah pengumpulan data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final. Sedangkan, pembukuan merupakan proses pencatatan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan (harta, kewajiban, modal, dan sebagainya) yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan untuk periode tahun pajak tertentu.
Perbedaan
Pembukuan dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak Badan. Namun, ada juga wajib pajak dengan kriteria tertentu yang dikecualikan dari pelaksanaan pembukuan. Kriteria Wajib Pajak yang dikecualikan adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Perhitungan Pengasilan Neto (NPPN) dan Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. Pengecualian juga berlaku terharap Wajib Pajak Orang Pribadi yang merupakan usahawan yang memiliki omzet atau peredaran usaha paling banyak Rp4,8 miliar dalam 1 tahun pajak.
Namun, Wajib Pajak Orang Pribadi yang merupakan usahawan yang memiliki omzet atau peredaran usaha paling banyak Rp4,8 miliar dalam 1 tahun pajak tersebut tetap diwajibkan melakukan pencatatan dengan tidak ada format tertentu dalam pencatatan.
UMKM Pakai yang Mana? Â Â Â Â Â Â Â
Menurut ketentuan pajak, pelaku UMKM tidak memiliki kewajiban melakukan pembukuan. UMKM cukup melakukan pencatatan omzet setiap sebulan. Kemudian dalam perhitungan pajak UMKM hanya perlu mengalikan omzet dalam sebulan dengan tarif 0,5%. Namun ketentuan tersebut tidak dapat berlaku selamanya karena setiap jenis Wajib Pajak memiliki batas waktu penggunaan ketentuan pajak UMKM.