Sejarah Pancasila mungkin sering dianggap sebagai materi hafalan semata, hanya sekadar rangkaian kejadian yang kita dengar dari zaman SD sampai kuliah. Tapi, buat aku sendiri, Pancasila tuh bukan sekadar lembaran sejarah yang disimpan di buku. Lebih dari itu, Pancasila adalah sebuah pandangan hidup yang seharusnya diresapi lebih dalam, nggak cuma buat hafalan nilai ulangan atau ujian. Kalau ditelusuri, proses penyusunan Pancasila juga nggak main-main, melibatkan perjuangan, perdebatan, dan berbagai pandangan yang mengiringinya.
Jadi, Pancasila muncul bukan dari situasi yang tenang dan damai-damai aja. Waktu itu, bangsa kita masih dijajah, bahkan masa-masa menuju kemerdekaan juga penuh ketegangan. Pancasila lahir sebagai kompromi dari berbagai ideologi yang ada, kayak nasionalisme, sosialisme, Islam, dan masih banyak lagi yang akhirnya disatukan dalam lima sila yang kita kenal sekarang. Menurutku, itu adalah simbol keberagaman bangsa ini, dan menolak Pancasila seolah-olah menolak realita bahwa kita memang beda-beda tapi tetap satu tujuan.
Kalau kita ingat-ingat lagi sejarahnya, Pancasila lahir lewat proses yang panjang dan melibatkan banyak tokoh, terutama Bung Karno. Pada 1 Juni 1945, Bung Karno pertama kali menyampaikan gagasan Pancasila di depan BPUPKI. Beliau waktu itu mengusulkan lima dasar negara yang akhirnya diringkas jadi nama Pancasila. Dari sini aja, kita bisa lihat bahwa Pancasila bukan muncul dari ruang kosong, tapi dari pemikiran mendalam soal kondisi dan kebutuhan bangsa ini waktu itu. Nggak kebayang kan kalau misalnya waktu itu kita asal ambil ideologi negara lain yang belum tentu cocok buat Indonesia?
Di zaman sekarang, justru tantangannya lebih besar menurutku. Pancasila sering kali dianggap hanya sebagai simbol, tanpa benar-benar diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan, banyak yang menganggap Pancasila hanya sekadar formalitas, yang penting dihafal dan dipakai buat seremonial. Padahal, lima sila Pancasila itu punya makna yang dalam dan penting untuk diaplikasikan. Misalnya aja, sila pertama tentang Ketuhanan Yang Maha Esa, yang sebenarnya mengajarkan kita untuk saling menghormati keyakinan satu sama lain. Sayangnya, masih banyak kasus intoleransi di masyarakat yang menunjukkan kalau kita masih belum paham benar sama nilai ini.
Terus, kalau ngomongin sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, kita sering dengar berita soal ketidakadilan, baik itu di bidang hukum, ekonomi, atau sosial. Nah, menurutku ini bukan cuma soal memahami Pancasila sebagai dokumen negara, tapi bagaimana kita benar-benar hidup dan menerapkan nilai-nilai itu dalam setiap tindakan kita sehari-hari. Kalau cuma jadi hafalan, ya percuma, bakal hilang ditelan waktu.
Aku sendiri merasa miris kalau dengar orang bilang Pancasila cuma alat politik, kayak dianggap senjata buat kampanye. Menurutku, hal kayak gini tuh malah merusak citra Pancasila sendiri. Pancasila itu harusnya jadi pedoman yang netral, nggak boleh dipakai buat kepentingan politik sesaat. Begitu juga dengan pendidikan Pancasila di sekolah-sekolah yang sering kali cuma sebatas teori tanpa pengalaman nyata. Aku rasa perlu ada cara-cara baru buat ngenalin Pancasila ke generasi sekarang, biar mereka bisa ngerasain pentingnya nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan mereka.
Yang bikin aku heran, di tengah globalisasi yang serba modern, banyak anak muda yang cenderung melupakan jati diri bangsa. Mereka lebih bangga dengan budaya asing dan bahkan kadang malu sama budaya sendiri. Mungkin ini juga pengaruh dari kurangnya pemahaman kita tentang Pancasila. Seharusnya, dengan adanya Pancasila, kita punya landasan kuat buat menghadapi perubahan zaman tanpa kehilangan jati diri. Tapi yang terjadi malah sebaliknya. Bisa dibilang, Pancasila seolah kehilangan maknanya di era modern ini, padahal nilai-nilainya masih sangat relevan.
Jadi, buat aku, belajar sejarah Pancasila itu bukan cuma buat ngerti gimana proses lahirnya aja, tapi juga gimana kita bisa ngambil pelajaran dari situ buat kehidupan sekarang. Misalnya, gimana para pendiri bangsa kita bisa saling menghargai perbedaan dan akhirnya sepakat dalam satu dasar negara, yaitu Pancasila. Itu harusnya jadi contoh buat kita saat ini, bahwa kita nggak harus selalu sama buat bisa hidup rukun. Apalagi di negara yang penuh keberagaman ini, harusnya Pancasila bisa jadi solusi, bukan malah sumber perpecahan.
Selain itu, kalau kita lihat dari lima sila yang ada, masing-masing sila Pancasila punya nilai-nilai yang sebenarnya sangat cocok buat jadi pedoman hidup sehari-hari. Contohnya, sila ketiga, Persatuan Indonesia. Sila ini mengingatkan kita bahwa sebagai bangsa kita harus tetap bersatu, terlepas dari perbedaan suku, agama, dan budaya. Menurutku, persatuan ini sangat penting di tengah tantangan zaman sekarang yang kadang memecah belah bangsa. Misalnya saja, di era media sosial ini, sering banget kita lihat hoaks dan isu-isu provokatif yang bisa merusak persatuan. Kalau kita benar-benar menghayati sila ini, kita pasti akan lebih bijak dan nggak gampang terprovokasi.
Terakhir, aku pengen bilang kalau penerapan Pancasila ini tanggung jawab kita semua. Jangan cuma pemerintah atau orang tua aja yang dituntut buat ngasih contoh. Kita sendiri juga harusnya ikut menghidupkan Pancasila, mulai dari hal-hal kecil. Misalnya, dengan menghormati perbedaan, adil dalam perlakuan ke sesama, atau sekadar mengedepankan dialog ketimbang konflik. Kalau semua orang bisa mulai dari hal kecil, aku yakin, nilai-nilai Pancasila bakal lebih terasa di masyarakat kita.