Politik bagaikan oksigen yang artinya tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Sehingga, apapun aktivitas yang kita kerjakan, tidak akan pernah lepas dari pengaruh politik. Topik mengenai politik pun sering diperbincangkan masyarakat di ruang-ruang publik seperti sekolah, warung, dan lain-lain. Perbincangannya berkutat pada berita-berita politik yang sedang panas-panasnya. Contohnya pada tahun ini, kita dihadapkan pemilu 2024 dengan terpilihnya salah satu capres sebagai presiden periode 2024-2029.
 Namun, yang sering dibincangkan masyarakat dalam hal ini adalah berpindahnya lawan ketika pemilu menjadi kawan yang memenangkan pemilu, seperti berpindahnya partai pendukung Anies Baswedan serta calon wakil presidennya, Muhaimin Iskandar yang merapat ke pemerintahan presiden terbaru saat ini. Keputusan untuk langsung merapat ke pemerintah presiden terpilih juga tidak terjadi baru-baru ini. Sudah terjadi berkali-kali sejak lahirnya masa Reformasi, sehingga partai yang menjadi oposisi pun sangatlah sedikit atau bahkan hanya satu. Oleh karena itu, banyak masyarakat umum yang menilai bahwa politik adalah sesuatu hal yang kotor dan kejam. Tidak sedikit rakyat saling bertengkar satu sama lain  karena tindakan para elit-elit pejabat tersebut yang terkesan mementingkan kepentingan mereka daripada gagasan yang telah dikampanyekan saat pemilu. Sehingga, rakyat hanya mendapat harapan yang semu atau palsu. Selain itu terdapat pula contoh-contoh lainnya yang berpolitik tidak bisa dipisahkan dengan pemikiran pragmatis.
Namun, kita bertanya-tanya apakah orang yang idealis bisa mempertahankannya dalam lingkungan berpolitik? Menurut saya, bisa iya bisa tidak, tergantung lingkungan orang tersebut berpolitik. Jika lingkungan tersebut melarang adanya pemikiran atau pendapat yang bertentangan dengan orang yang memegang kuasa lebih tinggi, maka kecil kemungkinan orang tersebut dapat mempertahankan idealismenya. Contohnya saja kasus dipecatnya Ipda Rudy Soik yaitu seorang perwira yang dipecat karena diduga mengungkap Mafia BBM. Sehingga, dapat diartikan jika kita mempertahankan idealisme seperti jujur dan terus terang, maka bisa saja perlakuan buruk akan menimpa kita. Oleh karena itu, banyak yang berlindung atau manut terhadap petinggi suatu institusi. Tak jarang juga banyak yang memiliki suatu kepentingan guna meraih hal yang mereka inginkan.
Selain itu, Indonesia merupakan salah satu negara dengan penganut Islam terbanyak di dunia. Sehingga, Islam dalam politik tidak dapat dipisahkan. Bila kita melihat penerapan nilai yang terkandung dalam Islam dengan politik, hal itu dapat menimbulkan dampak yang positif seperti berpolitik secara jujur, amanah, dan lain-lain. Namun realitanya tidak seperti itu, tak jarang orang-orang yang berpolitik menggunakan nilai Islam sebagai atribut untuk menggandeng para rakyat untuk mendukungnya. Dengan demikian, menurut saya penerapan nilai yang terkandung dalam agama Islam terhadap perpolitikan Indonesia tidak serta merta mengubah politik kita menjadi bersih. Kembali lagi bahwa lingkungan lah yang sangat berpengaruh bagi bertahannya idealisme suatu individu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H