Adalah Ibu, wanita yang mencarikan dokter agar aku lekas medapat pertolongan pertama untuk penyakit langka yang kuderita. Ibu juga yang mengurus kedua anakku sepulang mengabdikan waktu sebagai guru. Tanpa beliau, aku tidak yakin bisa melalui masa-masa berat selama bulan September sampai November tahun lalu. Kendati begitu, tak mungkin selamanya aku menyulitkan beliau. Pengalaman selama sakit membuatku sadar bahwa aku harus memiliki perlindungan sendiri yang bisa kuandalkan. Sebuah perlindungan yang optimal, cepat, dan sederhana, seperti kasih sayang Ibunda.
***
Apapun bisa terjadi jelang usia tiga puluh tahun. Seperti yang saya alami pada akhir tahun 2021. Mendadak saya terkena penyakit yang namanya sangat asing. Sebetulnya kondisi ini bukan mendadak, melainkan akibat dari kondisi fisik dan penyakit lain yang pernah saya derita. Hanya saja kejadian itu di luar perkiraan. Saya tak menyangka akan memiliki risiko kesehatan sebesar ini sebelumnya.Â
"Mbak, untuk sementara diagnosa kami ada dua, antara eritema multiformis mayor rongga mulut atau pemfigus vulgaris," ujar dokter.
Dokter memiliki dugaan kuat saya menderita eritema multiformis mayor. Beliau juga memiliki dugaan sekunder yakni pemfigus vulgaris. Setelah melalui dua jam pemeriksaan, saya langsung membuka Google untuk mengetahui deskripsi penyakit. Terkejut dan lemas sekali setelah mendapati bahwa keduanya termasuk penyakit langka. Mendadak saya merasa sesak dan sulit berpikir jernih. Berbagai pikiran buruk mulai bermunculan satu persatu.
Bagaimana jika suatu saat saya kumat lagi, bahkan lebih parah? Kalau ada potensi autoimun, bukankah saya jadi lebih mudah terserang penyakit lainnya? Bagaimana jika penyakit ini tidak bisa sembuh?Â
Satu hal yang saya tahu pada hari itu, saya harus lebih menyayangi diri sendiri. Menginvestasikan waktu, tenaga, dan uang pada diri dan kesehatan saya. Sebab saya masih ingin membersamai anak-anak saya hingga mereka dewasa.
Susah Payah Mencari Penanganan yang Tepat
Kondisi saya kian parah hingga saya tidak bisa bangkit dari kasur karena kesakitan. Saya pun kesulitan mencari dokter spesialis karena keterbatasan ruang gerak. Syukurlah Ibu segera mengontak Dokter Aji, seorang dokter umum langganan sejak saya kecil.Â
Dokter Aji dengan cepat memberi obat dan menyarankan saya untuk tes darah serta pengambilan sampel luka. Sekadar info, penyakit ini membuat saya kesulitan makan dan minum. Rongga mulut saya penuh dengan lesi lebar berwarna putih dan merah. Beberapa lesi mengeluarkan nanah dan membuat mulut saya lengket. Akibatnya, selama beberapa hari saya hanya makan bubur dan sereal yang encer agar mudah masuk melewati mulut saya yang hanya bisa mangap sebesar jari kelingking.
Singkat kata, saya membaik dalam waktu dua pekan. Namun, saya masih merasa ada tekstur yang agak aneh di bagian bawah bibir. Kendati demikian, saya tidak terlalu memikirkan karena obat sudah habis dan dokter menyatakan saya telah sembuh.
Selang tiga minggu kemudian, penyakit itu datang lagi. Awalnya saya berusaha tenang, karena tahu ada obatnya dan saya yakin sembuh. Namun, ternyata Dokter Aji tidak bisa memberi saya obat yang sama. Celakanya, obat yang baru malah memperlama durasi sakit.
Segera saya mencari second opinion. Berkat bantuan teman yang berprofesi sebagai dokter, saya berhasil menemui dokter spesialis penyakit mulut di salah satu rumah sakit di Surabaya.Â
Ada tiga dokter yang menangani saya, satu dokter senior dan dua dokter yang sedang menjalani stase. Melalui para dokter inilah saya berhasil pulih total tanpa ada sisa tekstur lesi pada mulut. Apabila ditotal, saya perlu waktu tiga pekan untuk benar-benar sembuh dan tidak perlu mengonsumsi obat lagi.
Dokter ingin mendapat kondisi yang jernih atas keluhan saya. Untuk itu, mereka meminta saya untuk menjalani sejumlah tes. Mulai dari tes herpes, tes alergi total, tes alergi spesifik, tes jamur, hingga tes untuk mendeteksi penyakit autoimun. Saking seringnya tangan saya dicubles jarum, saya sampai bisa menilai plester dari laboratorium mana yang paling nyaman untuk kulit. Hehehe.
Hasil yang keluar ternyata menegaskan dugaan dokter. Beberapa angka cukup tinggi, bahkan jauh di atas normal. Saya sendiri sampai bingung harus menanggapi seperti apa. Pada akhirnya, saya menertawai diri sendiri.
Saya berusaha menerapkan nasihat Ibu saya, "Mungkin Tuhan ingin kamu mengalami cobaan ini agar terhindar dari cobaan lain yang jauh lebih berat."
Berkawan dengan Kondisi Spesial
Sejak kecil, Ibu sering bercerita bahwa saya memiliki kondisi kesehatan yang spesial. Atas alasan ini pula, Ibu tidak pernah absen memberi saya berbagai vitamin sejak kecil. Atensi dan kasih sayang Ibu masih saya rasakan hingga hari ini.Â
Ibu memang selalu ada dan terasa sangat dekat. Sekalipun Ibu bukan dokter, Ibu "mengobati" saya dengan cara-cara sederhana. Beliau meminta saya agar ikhlas dan sabar menjalani proses penyembuhan.
"Pasrah, Nduk, pasrahkan saja sama Allah," begitu pesan Ibu.
Ibu juga berpesan pada saya untuk menyiapkan segala keperluan apabila sewaktu-waktu penyakit ini mampir lagi. Ibu tahu persis berapa biaya yang harus saya keluarkan untuk tes dan pengobatan. Bukan harga yang murah, apalagi tes di laboratorium yang saya jalani tidak ditanggung oleh asuransi kesehatan dari negara yang saya miliki.
Saya jadi teringat asuransi kesehatan yang dibeli oleh Ibu beberapa tahun lalu, yakni Allianz. Orang tua saya telah membeli asuransi kesehatan Allianz sejak lama. Kebetulan, Dokter Aji juga menjadi penghubung perkenalan orang tua saya dengan Allianz.
Fokus Berinvestasi pada Kesehatan Diri
Ketika sebagian orang tertarik melirik NFT, Crypto, dan lainnya, saya justru kembali fokus untuk berinvestasi pada diri sendiri. Bukan berarti saya tidak melakukan investasi di bidang finansial, hanya saja, menurut saya investasi pada diri sendiri tidak seharusnya dinomorduakan. Saya percaya bahwa ketika kita berinvestasi pada diri secara emosional, fisik, spiritual dan finansial, kita bisa menjadi versi terbaik dari diri kita sendiri. Berikut adalah sejumlah kiat yang saya lakukan.
1. Tidur Cukup dan Mengurangi Begadang
Saya menjalani peran tripel di rumah, yakni sebagai istri yang menjaga stabilitas keluarga, sebagai ibu yang mendidik kedua anak, dan sebagai diri sendiri yang butuh berkarya. Terkadang, 24 jam pun terasa kurang. Ini membuat saya kerap begadang. Dampaknya pun kian terasa, saya jadi gampang pegal-pegal, masuk angin, dan mudah uring-uringan. Tahun ini, saya berupaya membatasi kegiatan sampai jam 12 malam saja. Apabila saya berhasil tidur lebih awal, tentu lebih baik.Â
2. Berolahraga
Saat ini, saya sudah mulai konsisten menghabiskan 3x dalam sepekan untuk berolahraga dengan durasi minimal 20 menit pada setiap sesi. Bagi saya yang mageran, ini kemajuan yang lumayan. Badan saya terasa ringan, stress level berkurang, dan saya pun merasa lebih bugar.
3. Mengatur Pola Makan
Karena saya memiliki banyak alergi, dokter menyarankan untuk mengontrol pola makan. Pada pagi hari, saya sarapan dengan salad sayur dan buah segar. Baru ketika siang hari, saya makan nasi dan lauk seperti biasa. Saya mengurangi gorengan, jerohan, dan makanan yang mengandung santan.Â
4. Mencari Asuransi Kesehatan yang Tepat
Saya menyadari bahwa asuransi kesehatan yang kini saya miliki kurang fleksibel. Setelah berdiskusi dengan suami, kami sepakat bahwa perlu ada asuransi yang dapat meng-cover kondisi saya dengan lebih OptimAll. Terutama untuk keadaan darurat dan serba mendadak.
Saya mencari pertimbangan dari yang terdekat, yakni asuransi kesehatan yang telah digunakan oleh orang tua saya. Kebetulan, saat ini Allianz telah melakukan inovasi dan saya tidak perlu menemui agen untuk membeli produk asuransi kesehatan. Sebab, semua dapat kita lakukan secara online.
eAZyHealth untuk Proteksi OptimAll
eAZyHealth adalah asuransi kesehatan individu dari Allianz. Produk ini juga telah mendapatkan persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). eAZyHealth bisa untuk penduduk tetap atau orang yang bekerja di Indonesia dan memiliki kartu identifikasi yang berlaku, seperti KTP, Kitas, Kitap, atau visa kunjungan dalam jangka waktu lama. Usia minimal untuk mengajukan eAZyHealth adalah 15 hari dan usia maksimal adalah 65 tahun.Â
asuransi kesehatan online. Sebab, harganya yang termurah. Apabila kamu memiliki kondisi istimewa seperti saya, mungkin akan dianjurkan untuk menambah produk tertentu. Oleh karena itu, sebaiknya membeli asuransi kesehatan tidak ditunda-tunda. Layaknya jas hujan yang selalu tersedia di dalam jok motor, asuransi kesehatan juga sebaiknya selalu ada sebelum badai menerpa.
Usia 21 tahun sampai 40 tahun merupakan waktu terbaik untuk membeliCara mendaftar eAZyHealth sangat mudah, kita tinggal mengakses dari gawai kesayangan. Terlebih, saat ini Allianz telah meluncurkan Allianz OptimAll, sebuah portal distribusi asuransi digital yang menyediakan beragam produk mulai dari Asuransi Kesehatan, Asuransi Jiwa, hingga Asuransi umum. Registrasi yang cepat, pembayaran mudah, dan kita bisa langsung menerima polis elektronik via e-mail. Terdapat pula fasilitas berupa konsultasi dokter online. Sangat bermanfaat agar kita tak perlu menunggu lama untuk diperiksa.
Harganya juga terjangkau untuk millenial parents seperti saya. OptimAll menawarkan asuransi kesehatan mulai dari Rp 200.000-an per tahun. Biaya ini cocok untuk orang yang baru pertama kali membeli produk asuransi online.Â
Membeli asuransi itu memang sebaiknya pada usia yang masih muda dan produktif. Untuk itu sebaiknya kita mulai melakukan pemindaian pada kondisi kesehatan diri. Bisa dengan medical check up, mengetahui riwayat penyakit dari keluarga, serta menjalani gaya hidup sehat.Â
Perlindungan yang Membersamai, Kini dan Nanti
Saya bersyukur bisa menjalani dua bulan terakhir dalam kondisi yang lebih OptimAll. Saya kembali bekerja di rumah, menemani anak sekolah, dan makan dengan enak. Akan tetapi, dokter mengingatkan bahwa penyakit ini dapat kambuh sewaktu-waktu, terutama apabila kondisi fisik dan psikis saya sedang drop.Â
Dengan memiliki asuransi kesehatan yang cepat dan tepat, saya merasa sebagian beban berkurang. Saya tidak perlu khawatir akan penanganan serta biaya. Kuncinya adalah memilih asuransi yang tepat sesuai kebutuhan. Sebuah asuransi kesehatan online yang dapat membersamai saya kini dan nanti.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H