Sering juga saya mendapat tatapan tidak menyenangkan ketika pengunjung yang datang mendapati saya sedang asyik menyusui. Ada saja yang dikritik, mulai dari posisi saya menyusui, hingga ukuran payudara. Sungguh tidak penting! Kebetulan juga, posisi menyusui saya termasuk yang tidak umum. Apabila orang lain kebanyakan menyusui dengan cara mendekap di depan, saya menyusuinya di samping, mengapit badannya diantara lengan dan tubuh saya. Posisi ini dalam dunia kedokteran anak, dinamai sebagai football hold.
Bahkan ketika anak saya terus menangis karena sedang mengalami growth spurts atau proses percepatan pertumbuhan pada bayi, ada yang sangat tega mengatakan bahwa ASI saya tidak cukup atau tidak enak sehingga anak saya terus menangis tanpa henti
Ada pula momen lain ketika saya sedang mencoba pompa ASI untuk stok ASI perah anak, kebetulan hasilnya sangat sedikit. Buat saya itu wajar, karena saya masih belajar. Alih-alih mendukung untuk terus mencoba atau mengganti alat pompa, keluarga atau kerabat yang melihat malah berkata, "Lha, itu tanda kalau ASI mu sedikit."
Duh, saya benar-benar patah hati!
Apalagi saya sedang LDR dengan suami, dia hanya bisa pulang dua minggu sekali. Mungkin mereka tidak tahu ya, bahwa ucapan-ucapannya yang kurang enak didengar itu bisa sangat memengaruhi kondisi psikologis ibu menyusui.
Selain cobaan berupa omongan orang lain yang susah sekali saya saring, saya juga mengalami drama saat proses menyusui di awal-awal kelahiran si kecil, seperti bingung puting, mastitis, bahkan anak saya sempat mengalami kenaikan berat badan yang cenderung kurang memuaskan.
Disaat demikian, saya sungguh merindukan adanya sosok yang mampu memberikan energi baik, sosok yang kalimat-kalimatnya mampu menjadi baterai dalam melalui proses awal kelahiran si kecil.
Pembawa Energi Baik itu adalah Sang Dokter Anak
Satu bulan pertama setelah kelahiran Mahira, saya membawanya kembali ke dokter. Sebelumnya, saya diberi informasi bahwa sebaiknya berat badan si kecil naik antara 700 sampai 1000 gram. Saat saya kesana, dokter terkejut karena Mahira hanya naik 600 gram. Beliau berekspektasi lebih, menurut sang dokter seharusnya si kecil bisa naik banyak karena ada fase growth spurts yang membuatnya minum ASI lebih banyak dan mampu mempercepat pertumbuhan si kecil.
Sang dokter mulai bertanya kepada saya mengenai kendala yang saya temui. Pertama beliau tanya, apakah saya stres? Ditanya seperti itu, saya malah bertanya kepada diri saya sendiri, wah apa iya saya stres? Jangan-jangan tekanan dari lingkungan itu yang membuat saya stres. Pertanyaan kedua dari dokter adalah mengenai teknis menyusui. Dengan cekatan, dokter membantu saya untuk memperbaiki pelekatan menyusui dan memberikan nasihat-nasihat agar anak saya bisa menyusu lebih optimal.
Dokter memberi saya pekerjaan rumah untuk menaikkan berat badan si kecil dalam 1 minggu. Diberi target begitu, saya jadi terpacu. Saya juga diberi edukasi oleh dokter bahwa kenaikan berat badan bayi sangat penting, sebab menjadi salah satu indikator apakah nutrisi yang didapat bisa terserap dengan baik atau tidak. Nutrisi itu sendiri menjadi modal utama untuk pertumbuhan fisik, otak, serta ketahanan tubuh bayi.
Segera saya menelepon suami saya dan mengabarkan kondisi si kecil. Dari jauh, suami memberi semangat dan mengatakan bahwa ia percaya saya bisa mengatasi persoalan. Tidak lupa ia menitipkan pesan agar saya tidak terlalu stres.