Kata para psikolog, tiga tahun pertama dalam pernikahan adalah masa-masa terberat. Ada saja tantangannya, baik dari internal suami dan istri seperti pertengkaran kecil yang disebabkan oleh perbedaan pendapat, perbedaan karakter serta kebiasaan, serta dari kondisi eksternal seperti gangguan orang ketiga dan campur tangan mertua. Para pasangan yang sudah lama saling kenal dan pacaran pun, bisa jetlag di tahun-tahun pertama pernikahan.
Saya menyepakati apa kata para pakar tersebut, sebab saya mengalaminya sendiri. Meskipun sudah mengenal suami setahun sebelum pernikahan, tetap saja ada satu atau dua kebiasaan buruk dia yang susah saya toleransi, begitupun sebaliknya. Hal-hal kecil yang terus terjadi berulang ini, rupanya bisa memicu perdebatan kecil, dan perdebatan kecil bisa mengundang pertengkaran yang lebih besar. Wah, terdengar rumit ya berumah tangga? Begitulah. Kalau sederhana mah, namanya rumah makan!
Saling Diam Karena Jam Tangan
Jam tangan itu memang tidak mahal, tidak juga terlalu murah. Sejak menikah dengan saya, suami jadi lebih terbiasa menggunakan jam tangan. Dulu, ia biasanya menggunakan jam tangan KW dengan harga 50 sampai 100 ribuan. Saat pernikahan kami berusia 3 tahun, saya memang berniat memberinya sesuatu yang lebih bermakna, sebuah jam tangan original. Tujuan saya tidak lain adalah ingin terus mengingatkannya mengenai berharganya waktu, disiplin, serta terus menerapkan kebaikan dalam rumah tangga.
Dia terlihat berusaha keras mengingat-ingat kapan dan dimana ia meletakkan jam tangannya. Suami saya terbiasa menaruh jam tangan di sembarang tempat. Kadang di meja, di lemari, di kasur, bahkan di kamar mandi. Jadi kalau sudah hilang seperti ini, susah mendeteksinya.
"Ah, iya!" suami berseru, seperti mengingat sesuatu. "Tertinggal di hotel di Batu, Be. Aku ingat! Pas lagi sholat dzuhur, aku melepas jam tangan dan nggak ku pakai lagi," begitu katanya.
Lantaran sudah terlanjur bete, ucapannya tidak saya hiraukan. Jujur saja saya pesimis dan menyepelekan ingatannya, paling-paling juga hilang lagi seperti biasa. Melihat saya yang membisu, suami semakin was-was. Konon katanya, kalau perempuan diam itu pertanda bahwa kemarahannya sudah pada puncak, dan justru itulah yang mengerikan bagi para suami.
Melihat saya yang mengunci mulut dan cuek, ia langsung mengambil langkah awal. Dengan sigap ia menelepon hotel. Sayangnya, pihak hotel tidak bisa memastikan dan meminta suami datang langsung untuk mengecek barang yang dimaksud. Ia pun bergegas meraih kontak motor dan pamit mau ke hotel tempat ia rapat sehari sebelumnya. Saya hanya berkata, "ya sudah, hati-hati di jalan," tanpa tersenyum banyak. Masih gengsi gitu lho, kan masih bete.
Tapi melihat perkiraan cuaca di Batu yang buruk, dalam hati sebetulnya saya was-was dan tidak berhenti mendoakan keselamatan suami. Semoga saja ia tidak kehujanan, sebab biasanya di Kota Batu lebih sering hujan ketimbang di Kota Malang, tempat tinggalku saat ini.
Tolak Angin, Obat yang Membuat Hubungan Makin Erat
Dugaan saya benar, suami saya kehujanan. Biasanya saya selalu sedia jas hujan di dalam jok motor. Tapi tanpa sepengetahuan saya, suami sempat memindahnya. Lagi-lagi karena ia adalah seorang yang pelupa, suami berangkat tanpa membawa jas hujan. Alhasil, dia pulang dengan keadaan basah kuyub kehujanan.
Tetapi, jerih payahnya tidak sia-sia. Jam tangan pemberian saya ketemu. Suami masuk rumah dengan sumringah, terlihat sangat bangga. Pertama, dia bangga karena jam tangannya ketemu dan kedua, bangga karena  ia berhasil mengingat sesuatu dengan tepat. Jarang-jarang momen ini terjadi, biasanya kalau dia sudah lupa, ya sudah barang akan selamanya lenyap tanpa jejak.