Dari keraguan yang muncul, Descartes mencoba mencari pengetahuan yang tidak bisa dipertanyakan, dan ini akhirnya membawanya pada prinsipnya “Cogito ergo sum” (saya berpikir, maka saya ada). Bagi Descartes, keberadaan akal manusia adalah sesuatu yang pasti dan tidak dapat dipertanyakan. Meskipun ia bisa salah dalam pemahamannya tentang dunia mungkin karena terperdaya oleh suatu ilusi, tetapi ia tidak meragukan eksistensi dari akal itu sendiri. Descartes menyadari bahwa tindakan berpikir adalah tanda eksistensinya. Tindakan berpikir adalah yang membuatnya menjadi dirinya sendiri. Ia mungkin bisa meragukan segala hal, tetapi ia tidak bisa meragukan dirinya sebagai subjek yang merenungkan. Kata "Saya" dalam pernyataan tersebut merujuk pada eksistensi pribadi Descartes. Meskipun ia meragukan segala sesuatu di luar dirinya, ia tidak bisa meragukan eksistensinya sendiri sebagai subjek yang berpikir. Prinsip "Cogito, ergo sum" ini menjadi dasar bagi pemikiran Descartes tentang pengetahuan yang pasti dan landasan bagi semua pemikiran filosofisnya yang lebih lanjut. Ia menyadari bahwa dari kesadaran akan tindakan berpikirnya, ia bisa membangun dasar pengetahuan yang tak terbantahkan. Ia menyatakan bahwa eksistensi akal manusia adalah fakta yang tidak dapat diragukan dan menjadi dasar bagi segala bentuk pengetahuan yang sejati.
Masa Akhir Hidup
Setelah menjalani banyak perjalanan dan mengejar berbagai jenis ilmu, Descartes memutuskan untuk menetap di Stockholm, Swedia, pada tahun 1649. Keputusan ini terasa tidak biasa setelah ia menjelajahi berbagai wilayah Eropa, tetapi ada alasan kuat di baliknya. Ratu Kristina Swedia adalah penggemar berat karya-karya Descartes, dan ia sangat ingin memiliki filsuf terkenal ini di lingkungan kerajaannya. Kristina mengundang Descartes ke Swedia dan bahkan menawarkan pekerjaan sebagai guru pribadi. Descartes menerima tawaran tersebut dan menghabiskan tiga tahun terakhir hidupnya di Swedia. Selama periode ini, Descartes sebagian besar fokus pada mengajar Ratu Kristina. Awalnya, ia harus mengajar pada waktu-waktu yang tidak biasa karena kebiasaan tidur malam Ratu Kristina, tetapi ia kemudian menyesuaikan diri dengan jadwal tersebut. Descartes membimbing Ratu Kristina dalam gagasan-gagasan filosofisnya dan menyebarluaskannya kepada dunia.
Namun, masa akhir hidup Descartes di Swedia juga diwarnai dengan berbagai tantangan. Iklim Swedia yang keras dan kesehatannya yang semakin merosot menjadi masalah serius. Pada tanggal 11 Februari 1650, Descartes meninggal dunia akibat penyakit radang paru-paru (pneumonia) di Stockholm, Swedia. Ia dimakamkan di sana, dan kemudian jenazahnya dipindahkan ke Prancis. Kematian Descartes bukan hanya kehilangan bagi dunia ilmiah tetapi juga merupakan duka yang dirasakan oleh Ratu Kristina, yang sangat menghargai gurunya dalam filsafat. Meskipun Descartes tidak lagi ada secara fisik, pemikirannya terus memengaruhi bidang filsafat, matematika, dan ilmu pengetahuan. Karyanya yang terkenal, termasuk "Meditasi tentang Filsafat Pertama," tetap menjadi bahan kajian yang penting dan sumber inspirasi bagi banyak filsuf dan ilmuwan di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Faizi, N. (2023). Metodologi Pemikiran Rene Descartes (Rasionalisme) Dan David Hume (Empirisme) Dalam Pendidikan Islam. Jurnal Pendidikan Dan Studi Islam, 9(3). https://doi.org/10.31943/jurnal_risalah.v9i3.554
Sandi, S., Yuli, R., & Hambali, A. (2023). Pemikiran dan Penentangan Rene Descartes terhadap Metafisika. Gunung Djati Conference Series, 19.
Solehah, H. Y., & Hairunnaja, H. N. (2008). Rene Descartes (1596-1650) dan Metode Cogito. Jurnal Usuluddin, 27.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H