Mohon tunggu...
Nabila Zummrah Rubbah
Nabila Zummrah Rubbah Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mahasiswa Jurnalistik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Titik Kritis Stabilitas Global dalam Genggaman Senjata Pemusnah Massal di Semenanjung Korea

15 September 2024   21:50 Diperbarui: 15 September 2024   22:23 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Meskipun memiliki sumber daya alam yang terbatas, Semenanjung Korea terletak pada posisi geografis yang sangat strategis dalam berbagai aspek dan menjadi titik persimpangan penting di kawasan Asia Timur, yakni berada di antara negara-negara yang memiliki kekuatan besar dalam konteks geopolitik dan ekonomi global yaitu Rusia, Cina, dan Jepang. Selain itu, dalam konteks keamanan global, letak Semenanjung Korea juga dimanfaatkan oleh negara adidaya Amerika Serikat dalam membangun markas militernya di Korea Selatan.

Sangat disayangkan wilayah strategis tersebut harus terpecah menjadi dua negara yang memiliki ideologi berbeda pada saat masa Perang Dingin. Pada saat itu wilayah Selatan dikuasai oleh Amerika Serikat yang berideologi liberal, sementara Utara dikuasai oleh Uni Soviet yang berideologi komunis sosialis. Lalu pada tanggal 25 Juni 1950 pertama kalinya dalam sejarah Korea Utara melakukan penyerangan ke Korea Selatan yang dikenal dengan perang korea atau forgotten war, dan aksi tersebut sepenuhnya didukung oleh Uni Soviet dalam hal persenjataan. Akhir dari perang tersebut lah tercipta kesepakatan untuk membuat zona netral yang memisahkan kedua negara Korea.

Kedekatan Uni Soviet dengan Korea Utara dalam hal persenjataan terus berlangsung. Uni Soviet memulai untuk mengimplementasikan penelitian nuklir, hal ini disetujui oleh pihak Korea Utara karena khawatir akan merasa tertinggal ataupun tersaingi oleh Korea Selatan yang didukung oleh Amerika Serikat. Kemudian di tahun 1956 tercipta perjanjian partisipasi kerja sama damai penggunaan nuklir antar kedua negara tersebut yang disetujui dengan dikirimnya ilmuwan dan teknisi untuk mendapatkan pelatihan program nuklir di Moskow. Kenyataanya terdapat fakta yang dilihat dari sejarah, bahwa kesadaran Korea Utara terhadap senjata nuklir terjadi karena melihat betapa hebatnya senjata nuklir sebagai the ultimate weapon of mass destruction yang muncul pada saat kejadian di Hiroshima dan Nagasaki tahun 1945.

Dengan senjata nuklir tersebut, Korea Utara memiliki jaminan tersendiri dalam melindungi keamanan negaranya. Perkembangan nuklir oleh Korea Utara dari masa ke masa terus berlanjut, dengan melakukan berbagai serangkaian uji coba. Menurut Nuclear Threat Initiatives (NTI), Korea Utara telah melakukan 6 kali uji coba senjata nuklir yang dimulai dari tahun 2006 sampai 2021. Namun akibat dari banyaknya uji coba yang dilakukan, membuat Korea Utara mendapat berbagai sanksi dari berbagai negara lain.

Dampak Global dari Ancaman Nuklir di Semenanjung Korea

Melansir VOA Indonesia, baru-baru ini Kim Jong Un mengunjungi fasilitas rahasia pengayaan uranium guna memantau dan meningkatkan produksi senjata nuklirnya. Langkah ini memperkuat ancaman nuklir di Semenanjung Korea, yang berpotensi menimbulkan dampak terhadap stabilitas politik, ekonomi, dan keamanan global. 

Dalam hal politik tentunya dapat meningkatkan ketegangan di kawasan Asia, khususnya tetangga terdekat seperti Korea Selatan dan Jepang. Ancaman uji coba rudal yang sering digunakan sebagai pembawa hulu ledak nuklir menjadi pemicu krisis berkepanjangan. Akibatnya, kedua negara tersebut harus beraliansi dengan Amerika Serikat untuk memperkuat pertahanan mereka dan berpotensi untuk ikut mengembangkan senjata mereka sendiri, yang pada akhirnya dapat memicu perlombaan senjata.

Dapat juga menimbulkan lemahnya sistem sanksi internasional akibat rivalitas geopolitik antara Amerika Serikat, Rusia, dan Cina sebagai negara yang memiliki kekuatan terbesar di dunia. Dimana Amerika serikat beserta sekutunya cenderung mendorong denuklirisasi melalui berbagai sanksi, sedangkan Rusia dan China yang lebih bersikap lunak terhadap Korea Utara karena memiliki kepentingan strategis di kawasan tersebut.

Lalu dalam hal ekonomi, ancaman nuklir di Semenanjung Korea dapat menyebabkan volatitas pasar keuangan global, terutama di Asia. Setiap kali Korea Utara melakukan uji coba rudal, pasar saham di Korea Selatan, Cina, dan Jepang cenderung mengalami penurunan yang drastis, para investor global lebih memilih mengalihkan modal mereka ke aset yang lebih aman dan menurunnya tingkat kepercayaan terhadap kawasan tersebut.

Negara-negara sekitar di Semenanjung Korea pun terpaksa meningkatkan anggaran besar untuk sistem pertahanan rudal seperti THAAD (Terminal High Altitude Area Defense), yang memakan biaya miliaran dolar. Selain itu, ketegangan di kawasan tersebut juga mengganggu rute perdagangan internasional dan merusak rantai pasokan global.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun