Mohon tunggu...
nabilazulfa
nabilazulfa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Sedang menempuh S1 Pendidikan Matematika Universitas Jember

Ingin mencoba menulis

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Ketika Pilkada Kehilangan Suara: Mengapa Warga Jember Enggan Memilih?

6 Desember 2024   10:40 Diperbarui: 6 Desember 2024   10:46 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seruan datang ke TPS

Pilkada serentak yang baru saja berlangsung pada tanggal 27 November 2024 seharusnya menjadi momentum penting bagi masyarakat Kabupaten Jember untuk menentukan pemimpin daerah yang dapat membawa perubahan. Namun, kenyataan menunjukkan bahwa tingkat partisipasi warga dalam Pilkada kali ini tergolong rendah. Banyak masyarakat yang tidak menggunakan hak pilihnya, dengan alasan yang beragam, seperti ketidakpercayaan terhadap calon, ketidakpedulian terhadap politik, hingga kendala teknis seperti kesibukan atau jarak ke TPS yang terlalu jauh.

Ketidakpercayaan terhadap calon pemimpin sering kali menjadi penyebab utama. Sebagian warga merasa para kandidat tidak cukup mampu mempresentasikan kepentingan mereka atau memiliki rekam jejak yang kurang meyakinkan. Selain itu, apatisme terhadap politik semakin meluas, dengan anggapan bahwa hasil pemilu tidak akan membawa dampak signifikan dalam kehidupan mereka. Alasan ini mencerminkan persoalan mendasar, yakni lemahnya kesadaran warga akan peran penting mereka dalam sistem demokrasi.

Rendahnya tingkat partisipasi ini menjadi alarm bagi demokrasi lokal di Kabupaten Jember. Dalam sistem demokrasi, suara setiap individu memiliki nilai yang sama, menjadi bagian dari fondasi yang menentukan arah kebijakan daerah. Namun, ketika masyarakat memilih untuk tidak berpartisipasi, proses ini kehilangan salah satu elemen terpentingnya. Tanpa partisipasi aktif, demokrasi menjadi kurang representatif, dan legitimasi pemimpin terpilih dapat dipertanyakan.

Untuk mengatasi persoalan ini, diperlukan upaya bersama dari berbagai pihak. Pemerintah daerah dan penyelenggara pemilu, seperti KPU, harus lebih gencar dalam melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Sosialisasi ini tidak hanya sebatas menginformasikan jadwal dan lokasi TPS, tetapi juga menanamkan pemahaman tentang pentingnya menggunakan hak suara. Selain itu, inovasi seperti TPS keliling atau e-voting di masa depan bisa menjadi solusi untuk mengatasi kendala teknis yang sering menghalangi warga.

Institusi pendidikan dan masyarakat sipil juga memiliki peran penting. Edukasi tentang pentingnya partisipasi dalam pemilu harus dilakukan sejak dini, baik melalui kurikulum formal maupun kegiatan komunitas. Literasi politik yang baik dapat membantu masyarakat memahami bahwa suara mereka memiliki dampak besar terhadap berbagai aspek kehidupan, mulai dari pendidikan, kesehatan, hingga pembangunan infrastruktur.

Fenomena rendahnya partisipasi Pilkada di Jember menunjukkan bahwa membangun demokrasi tidak cukup hanya dengan menyediakan mekanisme pemilu. Dibutuhkan kesadaran kolektif masyarakat untuk berkontribusi dalam proses ini. Dengan upaya yang terkoordinasi, partisipasi warga dapat ditingkatkan, sehingga demokrasi lokal berjalan lebih inklusif dan benar-benar mencerminkan aspirasi masyarakat. Pilkada bukan hanya tentang memilih pemimpin, tetapi juga tentang membangun masa depan bersama yang lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun