Transformasi dunia pendidikan ini menunjukkan bahwa perguruan tinggi sebagai lembaga sosial sudah cukup baik kemampuannya dalam berubah dan terus melakukan perubahan hingga saat ini. Dorongan terhadap perubahan di perguruan tinggi, yang tentu saja didukung oleh perubahan sosial, ekonomi dan teknologi, mungkin lebih besar dibandingkan kapasitas adaptif paradigma pendidikan saat ini. Membawa universitas menjadi peringkat teratas memerlukan perubahan mendasar untuk bersaing. Dan juga tantangannya sebagai institusi, sebagai komunitas yang kompleks, adalah belajar bekerja sama untuk menciptakan lingkungan di mana perubahan tidak dianggap sebagai ancaman, namun sebagai peluang yang menantang dan menarik untuk berpartisipasi dalam aktivitas utama universitas, yaitu belajar . Untuk mencapai kesuksesan, seseorang harus mengembangkan budaya yang lebih fleksibel dan cepat beradaptasi, menjaga nilai dan tujuan untuk mencapai visi dan misi pendidikan tinggi.
Era Disrupsi merupakan era yang ditandai dengan perubahan mendasar masyarakat akibat inovasi teknologi untuk memenuhi kebutuhan konsumen di masa depan. Di era digital ini, Indonesia memasuki era informasi dan komunikasi global. Oleh karena itu, era disrupsi adalah era revolusi industri 4.0 yang ditandai dengan perubahan mendasar kehidupan yang lebih efisien dan bermanfaat bagi masyarakat berkat inovasi teknologi digital melalui ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan kualitas pengelolaan dan pemanfaatannya.
Kehidupan dampak dari perubahan ini telah menyebar ke semua lapisan masyarakat, termasuk pendidikan tinggi. Generasi muda Indonesia kemungkinan besar kehilangan jati diri akibat dampak era kerusuhan. Sekaligus menunjukkan bahwa posisi negara ini semakin tertinggal dibandingkan negara lain dalam persaingan global, khususnya dalam bidang pendidikan.
Oleh karena itu, pendidikan tinggi sebagai lembaga pendidikan memerlukan perubahan untuk mendukung mahasiswa dalam pengembangan jati dirinya. Selain itu, perguruan tinggi diharapkan memiliki strategi yang lebih baik. Agar hal ini dapat terwujud, diperlukan perubahan kelembagaan yang lebih kompleks dari sekadar mengembangkan organisasi.
Perguruan tinggi adalah lembaga yang didirikan oleh komunitas akademika perguruan tinggi yang membina nilai-nilai akademik bagi pendidikan umat. Hal inilah yang membedakannya dengan organisasi lain. Melakukan perubahan mendasar untuk menciptakan nilai akademis, sosial dan ekonomi adalah kata kunci untuk mentransformasikan pendidikan tinggi. Perubahan kelembagaan ini menyangkut penyelarasan atau transformasi strategi, struktur, sistem dan nilai-nilai lembaga. Perubahan kelembagaan ini diharapkan dapat merevitalisasi peran perguruan tinggi agar dapat menjalankan tugasnya secara maksimal.
Transformasi yang harus dipertimbangkan perguruan tinggi harus mencakup seluruh aspek institusi, yaitu: misi universitas, restrukturisasi keuangan, organisasi dan manajemen, perubahan spiritual, hubungan dengan faktor eksternal dan perubahan budaya. Manajemen perubahan harus didasarkan pada tiga hal, yaitu:
(1) memperluas akses
(2) mengatasi tantangan saat ini
(3) melibatkan tiga pimpinan, rektor, dekan, dan kepala departemen.
Dalam keadaan seperti ini, diharapkan perguruan tinggi dapat mengelola perubahan dengan lebih stabil dan bersaing secara sehat. Selain itu, terdapat lima proses identitas pada perguruan tinggi, yaitu:
(1) melaksanakan perencanaan strategis dan mengalokasikan sumber daya
(2) mengelola sumber daya fakultas
(3) menghasilkan pengetahuan baru
(4) mendidik mahasiswa
(5) menyediakan layanan kepada masyarakat. Kelima peta proses ini memberikan kerangka kerja untuk mentransformasi pendidikan tinggi karena menunjukkan bagaimana proses terkait mendukung pendidikan tinggi.
Oleh karena itu, universitas harus mempunyai strategi yang lebih baik. Untuk mewujudkan hal ini diperlukan perubahan kelembagaan yang lebih kompleks dari sekedar pengembangan organisasi. Untuk mengelola perubahan dengan lebih baik, harus didasarkan pada tiga hal, yaitu:
(1) memperluas pendekatan
(2) mengatasi tantangan saat ini
(3) melibatkan tiga pimpinan eksekutif, atas nama Rektor, Dekan dan Ketua Jurusan.
Dalam keadaan seperti ini, diharapkan perguruan tinggi dapat mengelola perubahan dengan lebih stabil dan bersaing secara sehat. Selain itu, perguruan tinggi menjalani lima proses identitas, yaitu:
(1) perencanaan strategis dan alokasi sumber daya
(2) pengelolaan sumber daya fakultas
(3) pembangkitan pengetahuan baru
(4) pelatihan mahasiswa
(5) penyediaan layanan kepada masyarakat. Apalagi di era disrupsi yang ditandai dengan perubahan mendasar, perguruan tinggi sangat perlu bertahan untuk menjaga stabilitasnya.