Mohon tunggu...
Nabila Ufairah Sjah
Nabila Ufairah Sjah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa baru

Ingin merasa bebas tanpa ada tekanan

Selanjutnya

Tutup

Diary

Pengalamanku: Menjadi Diri Sendiri Itu Penting

18 Juli 2021   08:16 Diperbarui: 18 Juli 2021   08:19 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Perkenalkan nama ku Nabila, ya aku ingin membahas soal pentingnya menjadi diri sendiri tanpa memikirkan perkataan orang lain ya terkecuali orang tua, kita harus mendengarkan perkataan orang tua ya guys. Kebanyakan orang yang aku temui seperti teman ataupun orang-orang sekitar, mereka terlalu memikirkan perkataan orang lain seperti "Kamu gendut banyak makan sih diet makanya", "Kamu kulitnya gosong banget makanya perawatan dong", dan masih banyak lagi. 

Mereka walaupun hanya diam ketika dibilang seperti itu tapi ketika sendirian mereka akan memikirkan dan berusaha menjadi seperti orang lain. Ketika sudah menjadi sesuai apa yang diinginkan perkataan orang tersebut, celaan masih terus ada seperti "Ihh kok kamu kurus banget sih", "Putih banget sih kulitnya jadi malah mirip mayat", ya seperti tadi mereka akan memikirkan hal itu dan berusaha menjadi orang yang diinginkan orang lain bukan diri sendiri, ya itu bisa dibilang lingkaran setan sih guys.

Aku juga pernah merasakan seperti itu kok, cerita ini waktu aku masih SD kelas 6. Saat itu sedang diadakan simulasi UN untuk tingkat Kecamatan, aku itu anak nya biasa gak pinter banget gak bego banget tapi gitu aku tuh anaknya berisik banget kalau guru lagi jelasin malah ngobrol, jangan dicontoh ya guys. Nah waktu itu ada anak yang ambis emang dia itu peringkat satu ya beda lah sama aku yang anak rebahan banget hehe.

Waktu itu jujur aja sih selama simulasi UN sampai UN nya tuh aku gak belajar yang kayak pagi sampai malam ya yang biasa aja malah masih bisa main sama nonton, bener-bener santai deh. Ya beda sama yang anak ambis ini, kalian tau pasti lah anak ambis gimana, nah pengumuman nilai simulasi UN orang tua murid diwajibkan datang ke sekolah.

Nah, Ibu aku yang lucu malah dia tuh gak terlalu berekspektasi tinggi sama nilai aku. Pas pengumuman nilai entah karena keberuntungan atau doa orang tua, aku peringkat pertama dari dua sekolah (dalam satu gedung ada dua sekolah pagi sama siang tapi sekarang sudah jadi satu sekolah). Yang aku gak suka sama Ibu aku itu terlalu memikirkan perkataan orang lain, jadi orang tua dari anak peringkat satu ini ngomong sama orang tua murid lain dan sampai omongannya ke Ibu aku ya kurang lebih seperti ini "Nabila kok bisa nilai nya segitu nyontek kali tuh", aku yang pulang sekolah gak tau hasil rapatnya langsung ditanya sama Ibu aku gini "Nab, kamu kemarin nyontek ya" belum juga jawab temen sebangku aku langsung jawab gini 

"Mama Nabila, Nabila gak nyontek kok pas simulasi dia aja gak nengok kanan kiri atau nanya nanya abis ngerjain soal bukanya periksa soal malah dia tidur" tapi kayak masih gak percaya Ibu aku tuh masih nanya orang lain dan emang bener seperti apa yang diomong sama temen ku ini, ya dengan polosnya aku nanya emang kenapa kok sampai Ibu aku nanya kayak gitu ke temen aku ini dia jawab "Lah emang lu gak tau lu peringkat satu tau". Ya kaget sih pas dengar itu.

Keesokannya anak ambis ini sinis gitu ya di kelas langsung banyak yang ngomong "Lu nyontek ya Nab?", "Kok lu bisa sih nilainya segitu?" dan masih banyak lagi ya sampai akhirnya itu mau menjelang UN perkataan mereka buat aku kurang fokus dan yang mengakibatkan nilai UN aku turun dari simulasi UN yang lalu itu. Itu salah satu contoh nya sih masih ada banyak lagi yang gak bisa aku sebutkan satu-satu.

Mungkin kalau ditanya "Terus gimana kamu mengatasi perkataan orang lain?" ya aku bisa jawab aku berusaha untuk tidak peduli dan tidak memikirkan perkataan tersebut walaupun mungkin masih kepikiran perkataannya tapi aku berusaha menanamkan pada diri ku seperti "Lah ngapain mikirin perkataan mereka ya yang ngasih makan aja orang tua bukan mereka" ataupun bisa juga tanamkan seperti ini "Selama ini yang ada selama aku susah bukan mereka, aku bangkit juga bukan karena mereka".

Tapi aku tidak memungkiri bahwa kalau mereka memberi saran ya mungkin masih bisa dipikirkan dan jika memang baik untuk ku kenapa nggak. Ya intinya gini sih tanamkan pada diri sendiri bahwa jika menurut kalian benar ya boleh diikuti tapi dengan perspektif diri sendiri tapi jika salah yaudah hiraukan saja, masuk telinga kanan keluar telinga kiri. Karena masalah yang kita hadapi bukan orang lain yang menyelesaikan diri kita sendiri lah yang menyelesaikan masalah tersebut dan orang lain belum tentu mau menyelesaikan masalah kita jadi itulah mengapa menjadi diri sendiri itu penting.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun