Mohon tunggu...
Nabila Thurfani
Nabila Thurfani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Psikologi Universitas Syiah Kuala

Seorang mahasiswa Psikologi yang gemar dalam menulisisu isu yang berkaitan tentang kesehatan mental

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Rentan Terkena Depresi: Pendukung Capres Wapres yang Terlalu Fanatik

19 Februari 2024   01:05 Diperbarui: 19 Februari 2024   01:08 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Ilustrasi Surat Suara Pemilu 2024 (CNBC Indonesia/ Edward Ricardo)

Pemilu merupakan momen yang sangat penting di Indonesia dimana seluruh masyarakat Indonesia dimanapun mereka berada diwajibkan untuk memilih calon presiden baru untuk memimpin negara Indonesia ini. Pemilu ini hanya diselenggarakan selama 5 tahun sekali dan oleh sebab itu banyak masyarakat yang bersemangat akan pemilu tersebut. 3 nama capres (calon presiden) dan cawapres (calon wakil presiden) tertera di semua media, agar masyarakat dapat menentukan pilihan mereka yang mana capres dan cawapres yang menurut mereka itu baik untuk negara ini. Dalam hal ini semangat dan dukungan masyarakat sangat berarti bagi ke-3 calon presiden dan calon wakil presiden ini, namun ada kalanya semangat dan dukungan yang berlebihan dapat menjadi dampak buruk bagi pendukungnya itu sendiri.

Fanatisme atau yang dikenal dengan fanatik merupakan penyebutan atau istilah yang sering digunakan kepada seseorang yang terlalu berlebihan akan suatu hal, baik pada bidang politik maupun yang lainnya. Sama hal nya seperti keadaan sekarang ini, yang dimana banyak pendukung-pendukung yang berlebihan dalam mendukung calon presiden dan calon wakil presiden yang mereka yakini dapat menbangun Indonesia ini menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Banyak komentar-komentar negatif dari beberapa oknum pengguna media sosial, perseteruan, dan tekanan-tekanan yang diberikan untuk memilih semakin agresif di antara rombongan pendukung presiden yang dipilih, hal ini menjadi tekanan tersendiri terhadap masyarakat setempat lainnya. Dalam beberapa hal pendukung fanatik akan lebih mudah terpancing secara emosionalnya jikalau disekitarnya memilih atau memihak kepada presiden yang tidak sejalan dengan mereka dan juga beberapa dari padanya melakukan kekerasan fisik.

Kompas.com
Kompas.com

Para psikolog telah menekankan dampak negatif dari fanatisme politik, terutama pada saat kampanye pemilu, hal tersebut dapat menimbulkan gejala depresi. Dari situasi ini disebut “gangguan stres pemilu” atau tekanan politik dan pemilu, sebuah istilah yang dipopulerkan oleh psikolog Washington DC Steven Stonsy. Beberapa ahli psikiatri juga telah memperingatkan adanya masalah kesehatan mental pada pendukung setia beberapa calon presiden.

Dalam konteks ini, penting bagi pendukung fanatik dan masyarakat secara umum untuk mengenali gejala Election Stress Disorder dan mencari bantuan medis atau konseling jika diperlukan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun