Keberadaan babi laut tersebar hampir di seluruh lautan, terutama di Samudra Atlantik, Samudra Pasifik, Samudra Hindia, dan beberapa spesies ditemukan juga di Antartika. Pada beberapa lautan komposisi babi laut menyusun lebih dari 95% dari total biomassa di dasar laut dalam. Meskipun keberadaannya melimpah, babi laut tidak dapat dilihat dan dijangkau dengan mudah oleh manusia. Hal tersebut dikarenakan babi laut hidup pada habitat lumpur laut dalam dengan kisaran kedalaman 3300—19500 feet atau sekitar 1000—6000 meter, yaitu pada zona abyssopelagic. Kondisi perairan pada zona abyssopelagic tersebut, yakni sudah tidak terdapat lagi sinar matahari, memiliki suhu yang sangat rendah, ketersediaan oksigen rendah, serta memiliki tekanan air yang sangat besar. Karena kondisi tersebut, hanya terdapat beberapa jenis biota laut yang mampu hidup di zona abyssopelagic.
Babi laut (S. globosa) merupakan hewan deposit feeders yaitu hewan yang akan menelan partikel-partikel organik dalam sedimen atau bahkan menelan butiran sedimen itu sendiri dan menghilangkan nutrisi dalam bentuk detritus yang berasal dari butiran sedimen dan partikel-partikel pada sedimen tersebut melalui proses ekstraksi. Babi laut akan menjelajahi lumpur laut dalam untuk mencari partikel-partikel organik, seperti potongan atau bangkai hewan yang membusuk. Karena cara makannya tersebut, babi laut berperan dalam pembersihan ekosistem atau habitat dasar karena dapat mencegah terjadinya penumpukkan sisa-sisa bahan organik, bakteri, dan mikroalga yang terkandung dalam sedimen.
Babi laut menunjukkan perilaku menyukai makanan atau partikel-partikel organik yang baru tenggelam dari permukaan atau kolom air laut. Babi laut juga menunjukkan perilaku untuk berkumpul membentuk kelompok besar dengan jumlah mencapai ratusan individu, namun hanya pada tempat dengan ketersediaan sumber makanan yang melimpah. Contohnya adalah berkumpul pada bangkai hewan berukuran besar, seperti paus. Dalam perkumpulan tersebut, semua babi laut umumnya akan menghadap ke arah yang sama, yaitu mengarah sesuai dengan arah arus air sehingga dapat mendeteksi dan menangkap bangkai hewan yang membusuk atau detritus yang baru saja tenggelam ke dasar laut.
Pengetahuan mengenai siklus reproduksi dan siklus hidup babi laut sangat terbatas dan para ilmuwan masih berusaha untuk mengetahui hal tersebut. Penelitian mengenai siklus reproduksi dan siklus hidup babi laut juga tidak ditemukan, dapat dikarenakan habitat babi laut yang sangat dalam. Namun, berdasarkan pengamatan histologi babi laut oleh LaDouceur dkk. (2021), spesies babi laut sama dengan spesies holothurians lainnya, yaitu dioecious secara seksual dengan jenis kelamin terpisah pada tiap individu dan hanya memiliki satu gonad. Holothurians pada umumnya memiliki organ respirasi berupa respiratory trees untuk proses pertukaran gas, namun organ tersebut tidak teridentifikasi terdapat pada babi laut. Oleh karena itu, babi laut menggunakan kaki tabung besarnya untuk proses pertukaran gas.
Pada habitatnya, babi laut ternyata juga melakukan simbiosis dengan biota lain. Salah satunya adalah terjadinya simbiosis komensalisme antara babi laut (S. globosa) dengan kepiting juvenil dari spesies Neolithodes diomedeae. Kepiting juvenil N. diomedeae sangat rentan mengalami predasi selama periode inter-molting dan juga rentan mengalami kanibalisme oleh kepiting yang lebih besar. Karena hal tersebut, kepiting juvenil N. diomedeae akan berlindung di bawah babi laut sehingga terhindar dari risiko predasi atau pemangsaan. Selain simbiosis komensalisme, terdapat juga simbiosis parasitisme yang terjadi antara babi laut dengan siput kecil dari Genus Stilapex. Siput kecil tersebut akan membuat lubang di tubuh babi laut dan menghisap cairan babi laut secara internal.
Daftar Acuan :
Agatep, C. P. 2013. Some elasipodid holothurians of Antarctic and Subantarctic seas. Antarctic Research Series 11: 49—71.