Menjadi sebuah bagian dari rutinitasku di tiap pekannya pada hari Jumat atau Sabtu atau Minggu untuk menjenguk senyum indah adik-adik TPA An-nur Kepatihan. Tidak terasa sudah kujalani 7 semester bersama mereka.Â
Terkadang, masih saja sering ku terkaget saat menyimak bacaan iqro mereka yang ternyata sedikit lagi sudah akan berganti menjadi bacaan Al-Quran. Masih saja ku salah menyebutkan kelas berapa mereka saat ini. Sungguh waktu berjalan dengan cepat. Tak kusangka aku bisa bersama dengan adik-adik selama ini. Â
Sesaat ku teringat kembali, saat itu adalah semester pertamaku dimana status mahasiswa baru saja kusandang, masa-masa ospek, dan perkuliahan pun belum dimulai.Â
Menjadi mahasiswa dengan segala doktrin yang kuterima di awal perkuliahan serta di dukung dengan lingkungan tempat tinggal atau kos yang baik telah membentuk semangat yang besar dalam diri untuk menjadi manusia yang bisa menyebarkan kebermanfaatan sebanyak-banyaknya di masa perkuliahan. Dengan antusias yang tinggi ku mencari pintu-pintu kebermanfaatan yang dapat kumasuki.Â
Dari mulai mengikuti sekolah-sekolah pengkaderan pemimpin kampus yang diadakan oleh badan eksekutif mahasiswa dan lembaga dakwah kampus lalu mengikuti berbagai kegiatan pengembangan diri hingga mengikuti kegiatan kerelawanan. Sangat senang rasanya saat itu, ketika Sabtu dan Minggu tidak pernah terasa menjadi hari libur karena padatnya kegiatan di hari-hari tersebut dan aku bersyukur akan hal itu.Â
Aku bersyukur karena disaat orang lain sibuk mencari cara untuk memanage waktu dengan baik (adaptasi masa SMA ke Kuliah) di lain sisi aku merasa kegiataan dan kesibukanku lah yang telah memanage waktuku sehingga tak perlu pusing-pusing lagi memikirkan cara tersebut.
Seperti telah disebutkan di atas, 'memiliki lingkungan kos yang baik'adalah bagian yang telah membentuk diriku. Mengapa bisa ? dari chat group kos lah aku mendapat banyak informasi terkait kegiatan-kegiatan bermanfaat dan dari orang-orang kos lah aku mendapat support untuk mengikuti berbagai macam kegiatan bermanfaat tersebut.Â
Benar pepatah yang berkata 'apabila kita berteman dengan penjual minyak wangi, maka kita pun akan ikut menjadi wangi'. Menjadi relawan adalah salah satu jalan yang kudapati dari sana. Berawal dari ke-isengan untuk mendaftar karena sekedar ingin mencari kesibukan lalu ternyata kumenemukan banyak nilai dan makna di dalamnya. Setelah melewati tahap screening lalu dinyatakan lolos, aku pun ditempatkan oleh pihak penyelenggara di salah satu Taman Pendidikan Al-Quran (TPA) mitranya, yaitu TPA An-Nur Kepatihan. Disana aku bertugas menjadi relawan pengajar bersama dengan beberapa relawan pengajar lainnya dan didampingi oleh seorang pengajar tetap TPA tersebut bernama Pak Sri.
Kegiatan TPA dilaksanakan tiga hari saja dalam sepekan, namun saat bulan ramadhan dilaksanakan setiap hari. Beberapa kali pertemuan sejak pertama kali aku mengajar, sedikit demi sedikit Pak Sri menceritakan pengalamannya belasan tahun menjadi pengajar TPA dari masjid yang satu ke masjid yang lainnya dan tentunya beliau melakukannya dengan sukarela (bukan sebagai pekerjaan). Satu hal besar yang tersampaikan melekat pada pikiran dan hatiku saat beliau bercerita adalah betapa tak ada yang dapat menghalangi seseorang untuk bermanfaat bagi sekitarnya atau bagi orang lain selain kemauan dari dirinya sendiri. Keterbatasan finansial yang belaiau miliki ternyata hanya menjadi suatu keterbatasan yang orang lain lihat, namun tidak menjadi keterbatasan bagi beliau sendiri. Semangat yang beliau gelorakan untuk terus bermanfaat lahir dari rasa sadar bahwasannya menjadi manusia yang hanya mengurusi hidupnya sendiri hanya akan membuat ia menjadi manusia yang selalu merasa kurang, sedangkan ketika kita dalam kondisi 'yang terlihat' sekurang apapun tapi tetap berusaha untuk memberikan manfaat bagi orang lain maka kita akan tetap merasa diberikan kelebihan-kelebihan oleh Yang Maha Kuasa.
Bermanfaat bagi orang lain khususnya bagi masyarakat sekitar masih menjadi sebuah PR besar bagi para mahasiswa, termasuk diriku sendiri. Status mahasiswa adalah sebuah status yang mahal harganya. Maka, wajar sekali ketika di masyarakat status mahasiswa ini menjadi sebuah status dengan makna 'harapan' dibaliknya. Mahasiswa adalah seorang intelektual muda, mahasiswa adalah seorang penerus bangsa, mahasiswa adalah harapan bangsa, dan mahasiswa adalah harapan perbaikan bagi masyarakat. Tidak semua merasa seperti itu memang, namun ketika pandangan-pandangan itu hilang di masyarakat sepertinya kita perlu mempertanyakan eksistensi dan kontribusi kita kepada masyarakat itu sendiri. Bisa jadi, harapan itu hilang karena sudah dirasa tidak ada lagi harapan yang dapat ditaruh untuk mahasiswa-mahasiswa seperti kita ini.
Menjadi relawan pengajar TPA telah mengajarkan ku banyak hal. Selain untuk mengisi waktuku yang perlu kusibukkan dengan hal bermanfaat agar tidak terbuang sia-sia, menjadi relawan memberikan arti yang jauh lebih besar. Dari Pak Sri aku belajar untuk tidak pernah berhenti bermanfaat bagi orang lain bagaimanapun kondisiku, dari adik-adik TPA aku belajar mensyukuri bahwasannya Allah telah memberikan ku kemampuan untuk memiliki manfaat bagi mereka, dari orang tua adik-adik TPA aku belajar bahwasannya terdapat harapan-harapan besar yang mereka percayakan kepadaku dan tentunya kepercayaan itu perlu aku jaga, dari kesempatan menjadi relawan pengajar TPA aku  bersyukur telah di berikan lingkungan yang baik dan memberikan pengaruh yang baik tentunya, serta dari kegiatan mengajar TPA ini aku belajar untuk menyadari bahwasannya bermanfaat bagi masyarakat bukan masalah 'bisa' atau 'tidak bisa', 'mampu atau 'tidak mampu', melainkan 'mau' atau 'tidak mau'. Lakukan apapun yang kau bisa lakukan untuk masyarakat, jangan pernah kecilkan usahamu atau usaha orang lain, karena setiap mahasiswa memiliki kewajiban untuk memberikan kontribusinya bagi masyarakat.