Mohon tunggu...
Nabila Putri
Nabila Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hy saya Nabila saya suka travelling

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Menelusuri Keunikan Arsitektur Masjid Rao Rao, Warisan Budaya dan Religiusitas

26 Juni 2024   11:01 Diperbarui: 26 Juni 2024   11:06 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

 Islam di Minangkabau merupakan bagian integral dari identitas budaya dan sosial masyarakat Minangkabau di Sumatera Barat. Di sini, Islam tidak hanya berfungsi sebagai agama, tetapi juga sebagai landasan untuk sistem sosial adat yang unik, yang dikenal sebagai adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah. 

Prinsip ini menggabungkan nilai-nilai Islam dengan tradisi adat Minangkabau. Arsitektur Masjid di Minangkabau merupakan cerminan kekayaan budaya dan keindahan arsitektural yang unik di Indonesia. Masjid-masjid di daerah ini sering kali menggabungkan elemen-elemen tradisional Minangkabau dengan pengaruh Islam yang kental, terlihat dari atap bergonjong yang melambangkan tanduk kerbau, dinding-dinding yang dihiasi dengan ukiran khas, dan bentuk bangunan yang mengutamakan harmoni dengan alam sekitarnya.

Masjid Raya Rao-rao, salah satu masjid tertua di Indonesia yang masih tegak berdiri hingga sekarang, terletak dengan mudah di Nagari Rao-rao, Kecamatan Sungai Tarab, tepatnya di jalan lintas Batusangkar -- Bukittinggi. Dengan ukuran 16 x 16 meter, masjid ini memiliki gaya arsitektur yang unik dengan campuran corak dari tiga budaya berbeda: Melayu (Minangkabau), Eropa (Italia dan Belanda), serta Timur Tengah (Persia).

Pembangunan masjid ini dimulai pada tahun 1908 sebagai pengganti mesjid atap ijuk di Rao Rao yang telah dibongkar karena bangunannya sudah tidak layak. Masjid ini dibangun di tanah wakaf milik H. Mohammad Thalib Suku Chaniago, dengan partisipasi masyarakat Nagari Rao Rao di bawah inisiatif Abdurrachman Datuk Majo Indo. Pada akhir tahun 1918, pembangunan masjid ini berhasil diselesaikan.

Arsitektur Masjid

         Atap masjid ini umumnya mengikuti tipologi atap tumpang dengan tiga lapis atap utama dan satu atap penutup di puncaknya. Pada bagian puncak Masjid Rao-Rao, terdapat empat atap gonjong yang mirip dengan atap gonjong rumah gadang, sebuah karakteristik khas dari arsitektur Minangkabau. Keempat atap tersebut mengarah ke empat penjuru mata angin, yang melambangkan keberadaan empat suku di Nagari Rao-Rao: suku Bodi Caniago, Bendang Mandailing, Koto Piliang, dan Petapang Koto Anyia. Tipologi ini juga mencerminkan sistem pemerintahan Koto Piliang yang merupakan bentuk aristokrasi yang dikenal sebagai "titiek dari ateh", di mana keputusan terakhir atau kata akhir berada di tangan kepala suku atau penghulu.


Pengaruh Eropa sangat nyata terlihat dari kemegahan tiang-tiang masjid dan desain keramik lantai yang sangat unik, hal yang sulit ditemui di era modern seperti sekarang. Di bagian luar masjid, di antara tiang-tiang tersebut, terdapat motif lengkung yang jelas dipengaruhi oleh arsitektur Hindia Belanda. Kehadiran elemen arsitektur Eropa ini terjadi saat pembangunan masjid pada masa pemerintahan Belanda. Sementara itu, nuansa khas Timur Tengah (Persia) tampak jelas dalam kekayaan ornamen dinding luar dan struktur pagar teras masjid.

Di Masjid Rao-rao, terdapat 13 jendela yang melambangkan jumlah rukun shalat. Selain jendela tersebut, terdapat enam pintu yang melambangkan enam penciptaan di alam semesta.

Pada tahun 1932, pembuatan mihrab selesai dilakukan. Mihrab di masjid ini memiliki keunikan dengan ornamen pecahan kaca, yang berasal dari keramik milik keluarga Haji Mutahhib yang pecah pada gempa tahun 1926. Mihrab ini juga menonjol karena terdapat dua tiang yang berbeda bentuk: satu tiang melambangkan destar penghulu dan tiang lainnya melambangkan sorban alim ulama. Simbolisme dari kedua tiang ini mencerminkan harmoni antara ajaran adat dan ajaran agama yang disampaikan oleh khotib dari mimbar.

Masjid Rao-Rao di Kabupaten Tanah Datar termasuk dalam daftar situs Cagar Budaya. Partisipasi aktif dari berbagai pihak, terutama masyarakat, dalam upaya pelestarian, tidak hanya bertujuan untuk memperpanjang umur fisik masjid, tetapi juga untuk menjaga nilai-nilai sejarah, arsitektur, dan keagamaan agar dapat dinikmati oleh generasi mendatang.

Daftar Pustaka

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun