Pengaruh syariah dalam industri makanan dan minuman adalah salah satu sektor ekonomi yang sangat penting dalam Islam. Dalam konteks dunia Muslim, pengaruh syariah memiliki peran signifikan dalam industri ini. Prinsip-prinsip syariah, terutama terkait persyaratan halal dan haram, mempengaruhi berbagai aspek produksi, pemrosesan, dan distribusi produk makanan dan minuman. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi pengaruh syariah dalam industri makanan dan minuman.
Suatu Industri dikatakan halal apabila mampu menerapkan nilai-nilai Islam seperti kejujuran, keadilan dan kemanunggalan (ukhuwah) dalam bisnisnya. Nilai-nilai ini dapat diterapkan pada setiap aktivitas bisnis yang meliputi produksi, penjualan dan pengambilan keuntungan (Amalia, 2020).
Prinsip utama dalam konteks makanan dan minuman dalam Islam adalah konsep halal dan haram. Halal berarti "diperbolehkan" dalam Islam, sementara haram berarti "dilarang". Prinsip ini didasarkan pada petunjuk Al-Qur'an dan Hadis yang menetapkan aturan-aturan tentang makanan dan minuman yang dapat dikonsumsi oleh umat Muslim. Kepatuhan terhadap prinsip-prinsip ini sangat penting bagi produsen makanan dan minuman yang ingin menarik pelanggan Muslim dan memastikan kepatuhan terhadap ajaran agama.
Informasi tentang produk dapat diperoleh melalui beberapa sumber, antara lain sumber personal (keluarga, tetangga, kenalan), sumber komersial (promosi), sumber publik (media massa), dan sumber percobaan (meneliti, menggunakan produk). Dalam sebuah produk terdapat informasi mengenai bentuk fisik produk, label dan sisipan (instruksi detail dan informasi keamanan untuk produk) yang dapat digunakan konsumen untuk memperoleh informasi yang lebih mendalam mengenai suatu produk tertentu (Nawawi, 2018).
Dalam produksi makanan dan minuman, prinsip halal menentukan bahan-bahan yang diperbolehkan dan teknik pemrosesan yang diizinkan. Misalnya, dalam konteks pemrosesan daging, hewan yang akan dijadikan makanan harus disembelih sesuai dengan aturan yang ditetapkan dalam syariah. Metode penyembelihan tersebut dikenal sebagai "dhabiha" dan melibatkan pemotongan arteri utama dan vena pada leher hewan dengan pisau tajam. Selain itu, penyembelihan harus dilakukan oleh Muslim yang berkompeten dan menyebut nama Allah pada saat pemotongan. Kesadaran konsumen muslim terhadap produk halal sangat perlu diperhatikan oleh produsen dan pelaku industri makanan dan minuman.Â
Selain itu, bahan-bahan yang digunakan dalam produksi makanan dan minuman juga harus memenuhi persyaratan halal. Bahan-bahan seperti daging, unggas, dan produk turunannya harus berasal dari hewan yang halal disembelih. Selain itu, aditif makanan, pewarna, dan bahan pengawet yang digunakan juga harus terbebas dari bahan-bahan haram. Penggunaan alkohol dan bahan-bahan terlarang lainnya dilarang dalam produksi makanan dan minuman yang halal.
Penerapan prinsip halal juga mempengaruhi rantai pasokan industri makanan dan minuman. Produsen harus memastikan bahwa mereka hanya membeli bahan-bahan dari pemasok yang terpercaya dan mematuhi persyaratan halal. Audit dan sertifikasi halal oleh lembaga yang diakui menjadi penting untuk memverifikasi kepatuhan produsen terhadap prinsip-prinsip ini. Sertifikasi halal memberikan keyakinan kepada konsumen Muslim bahwa produk yang mereka konsumsi memenuhi standar halal yang ditetapkan oleh syariah.
Pentingnya persyaratan halal dalam industri makanan dan minuman tidak hanya berdampak pada produsen, tetapi juga pada restoran, hotel, dan fasilitas penyedia makanan. Restoran dan hotel yang ingin menarik pelanggan Muslim harus menyediakan menu yang halal dan memastikan bahwa bahan-bahan yang mereka gunakan sesuai dengan prinsip halal. Mereka juga perlu memastikan bahwa proses persiapan dan penyajian makanan dilakukan dengan memperhatikan kebersihan dan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip syariah.
Dalam industri makanan dan minuman, terdapat pula produk-produk yang mengandung alkohol atau bahan tambahan yang diragukan kehalalannya, seperti gelatin babi. Dalam konteks syariah, konsumsi alkohol dan makanan yang mengandung gelatin babi adalah haram. Oleh karena itu, produsen dan penyedia makanan harus memastikan bahwa mereka memberikan informasi yang jelas tentang kandungan bahan dan memperhatikan label produk untuk memenuhi kebutuhan konsumen Muslim yang ingin menghindari bahan-bahan yang diharamkan tersebut.