Mohon tunggu...
Nabila Nurrahmah
Nabila Nurrahmah Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasisiwa

Membaca buku

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Menjalankan Bisnis dengan Hati Nurani: Membangun Keberkahan dalam Setiap Transaksi

3 Desember 2024   18:05 Diperbarui: 3 Desember 2024   18:20 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://siplah.blibli.com/product/bekerja-dgn-hati-nurani/SMBM-0004-00101

Kegiatan bisnis dalam ekonomi syariah harus bebas dari unsur riba (bunga), yang dianggap haram dalam Islam. Riba merujuk pada keuntungan yang diperoleh tanpa usaha yang sah dan dilarang untuk menjaga keadilan serta menghindari eksploitasi. Contoh penerapan prinsip ini dapat dilihat pada Bank Syariah Mandiri, yang menggunakan akad murabahah (jual beli) dan mudharabah (bagi hasil) untuk pembiayaan. Lebih lanjut, komunitas bisnis anti-riba di Indonesia mengembangkan usaha tanpa hutang berbasis bunga, dengan memanfaatkan modal dari tabungan pribadi atau investor.

 Untuk memastikan kehalalan transaksi keuangan, bisnis dapat mengikuti beberapa langkah penting. Pertama, penggunaan akad yang sesuai dengan syariah, seperti akad salam, di mana pembayaran dilakukan penuh di awal tanpa adanya riba. Kedua, identifikasi transaksi mencurigakan dengan melaporkan hal tersebut ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk mencegah pencucian uang. Ketiga, menjunjung tinggi transparansi dan keadilan dalam setiap transaksi, memastikan bahwa semua syarat dan ketentuan jelas, adil, dan bebas dari unsur riba. Selain itu, zakat bisnis juga merupakan kewajiban yang harus dikeluarkan oleh setiap Muslim atas harta yang diperoleh dari usaha dagang. Sesuai syariat, zakat perdagangan dihitung sebesar 2,5% dari aset lancar dikurangi utang jangka pendek. Nisab zakat perdagangan ditentukan setara dengan 85 gram emas, dan harta tersebut harus telah dimiliki selama satu tahun (haul) sebelum zakat dikeluarkan.

Proses pengawasan kehalalan produk di Indonesia melibatkan beberapa langkah penting. Pertama, pelaku usaha mengajukan permohonan sertifikasi halal kepada Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Setelah itu, BPJPH akan memverifikasi dokumen dan menetapkan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) untuk melakukan audit terhadap produk yang diajukan. Setiap transaksi dalam Islam harus dilakukan dengan kontrak (akad) yang jelas, transparan, dan sesuai syariah. Prinsip utama akad syariah meliputi keabsahan, transparansi, keadilan, dan pelarangan riba. Akad harus memenuhi syarat dan rukun agar sah, serta semua informasi terkait transaksi harus diungkapkan dengan jelas untuk mencegah penipuan. Dengan mengikuti prinsip-prinsip ini, pelaku bisnis dapat menjalankan usaha mereka dengan cara yang tidak hanya menguntungkan, tetapi juga sejalan dengan nilai-nilai Islam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun