Kiranya benar bahwa hari paling penting dan paling bahagia dalam hidup manusia adalah hari ketika dia tahu untuk alasan apa dia dilahirkan ke muka bumi ini.
    Buku ini bercerita tentang pencurian uang di bank ternama yang direncanakan oleh 10 orang-orang penghuni bangku paling belakang di kelas. Sungguh ironi, sejak jadi penghuni tetap bangku belakang para pelaku menduduki posisi extend nggak naik kelas. Setelah dewasa, mereka kembali bertemu dengan alasan reuni. Yang kemudian berlanjut pada rencana besar membobol bank terkenal seantero kota.  Mereka mencuri uang bukan untuk jadi kaya, lalu untuk apa? Mereka merasa bertanggung jawab menyekolahkan Aini, salah satu anak terpandai yang bercita-cita menjadi dokter. Cerita ini terinspirasi dari seorang anak di Belitung bernama Putri Belianti, anak miskin yang gagal masuk Fakultas kedokteran di Universitas Bengkulu.
   Nama-nama tokoh terkesan sembrono, tapi malah jadi lucu. Ibu Desi Mal sebagai guru matematika, Ibu Catur Wulan sebagai wali kelas, Handai sebab sehari-hari ia gemar berandai-andai, Honorun yang pada akhirnya berprofesi sebagai pegawai honorer. Humor-humor yang disampaikan penulis bermuatan kritik terhadap motif kejahatan yang jadi rahasia umum, misalnya tentang segitiga kejahatan yang isinya pengusaha, politisi, dan birokrat korup. Money laundry yang kerap kali menggunakan alibi menjual barang-barang yang sedang tren, semacam batu akik, lukisan, dan yang paling modern NFT. Berikut dua nilai sosial budaya yang tertuang di dalamnya.
- Kemiskinan StrukturalÂ
     Bermimpi dan bercita-cita adalah kalimat yang didengungkan sejak kita duduk di bangku TK. Para anak-anak dengan percaya diri menyebutkan pekerjaan-pekerjaan elit dengan bayaran fantastis hingga saldo rekeningnya bisa di-spill di Tikt*k. Tapi, ada dinding tak kasat mata bernama kemiskinan yang mengharuskan cita-cita mereka cukup ditulis dalam buku saja. Jangankan bermimpi makan fine dinning, untuk sesuap nasi pun mereka bersedia dibayar murah dengan jam kerja lebih panjang. Keluarga miskin yang hidup di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar) tidak punya akses pendidikan yang berkualitas dan inklusif, layanan kesehatan, serta pekerjaan yang layak. Dan kenyataan pahitnya, mereka akan mewarisi kepedihan ini kepada generasi selanjutnya.
- Budaya Minum Kopi
    Pada abad ke-17 Indonesia yang merupakan jalur emas perdagangan disinggahi oleh pedagang dari Arab. Mereka membawa kopi Arabika dari Yaman sebagai salah satu komoditas unggulan. Kemudian tahun 1969 VOC membawa bibit kopi dari Malabar, India ke pulau Jawa dan Sumatra. Setelahnya, VOC menggalakkan penanaman kopi besar-besaran.  Tanaman kopi yang tersebar di berbagai daerah diolah hingga siap dinikmati oleh para petani. Di Kota Belitung warung kopi bukan hanya jadi tempat melepas penat seusai bekerja, namun juga tempat bertemunya orang dari berbagai profesi, latar belakang, agama, dan usia. Di sanalah pusat pertukaran informasi dari hal remeh temeh perkara hewan ternak yang mati sampai informasi mengenai buronan kriminal.
    Alur cerita disajikan dengan gaya campuran dengan sudut pandang orang ketiga serba tahu. Dalam novel ini, penulis kurang membahas lebih dalam tentang karakter kesepuluh penjahat yang jadi tokoh sentral. Pembahasan lebih luas malah menceritakan soal karakter lain yang menjadi pendukung cerita. Sedikit kekurangan itu bisa dibayar dengan baik oleh penulis dengan ending yang realistis. Di tangan Andrea Hirata segala hal biasa-biasa saja, jadi jauh lebih luar biasa.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H