Mohon tunggu...
Nabila Nur Afrina
Nabila Nur Afrina Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa aktif

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kasus Multikultularisme Tanjungbalai

29 Oktober 2024   09:13 Diperbarui: 29 Oktober 2024   09:29 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konflik di Tanjungbalai pada 2016 dipicu oleh protes terhadap suara azan yang menyebabkan ketegangan antara warga Muslim dan etnis Tionghoa, berujung pada pengerusakan tempat ibadah. Media sosial turut menyebarkan berita provokatif yang memperburuk situasi, sementara kesenjangan sosial ekonomi dan ketidakpuasan terhadap dominasi ekonomi etnis Tionghoa menambah ketegangan. Kerusuhan mengakibatkan kerusakan pada wihara dan kelenteng dengan kerugian ratusan juta rupiah. Hubungan antar etnis menjadi tegang, menciptakan curiga dan kebencian, serta trauma bagi masyarakat. Namun, konflik ini juga meningkatkan kesadaran akan pentingnya perdamaian dan integrasi sosial. Pemerintah mengadakan dialog dan mediasi dengan pemimpin agama untuk meredakan ketegangan, serta meluncurkan program pemberdayaan ekonomi untuk mengatasi kesenjangan sosial ekonomi dan mencegah konflik di masa depan. 

Konflik Tanjungbalai adalah insiden lokal dengan kerusuhan terbatas, sedangkan konflik Rohingya adalah krisis kemanusiaan yang melibatkan penindasan sistematis. Akar masalah Tanjungbalai berkaitan dengan komunikasi antar etnis dan kesenjangan sosial, sementara konflik Rohingya lebih dipicu oleh diskriminasi agama dan kebijakan represif. Kedua kasus menunjukkan ketegangan antara mayoritas dan minoritas berdasarkan etnis dan agama, mencerminkan masalah intoleransi yang dapat memicu kekerasan. Kesenjangan sosial ekonomi juga memperburuk situasi di kedua konflik. Pendidikan multikultural perlu diintegrasikan dalam kurikulum untuk meningkatkan pemahaman antarbudaya. Kebijakan afirmatif yang mendukung kelompok minoritas dan program dialog antaragama juga penting. Selain itu, kegiatan sosial yang melibatkan berbagai kelompok etnis dan agama dapat membantu membangun hubungan baik.

Nama Kelompok 5 :

Dina Alfiyah (230103110006)

Nabila Nur Afrina (230103110088)

Husna Amalia Suaidah (230103110136)

Fika Nur Khoiriyah (230103110109)

Ahmad Rozan Nur Mahdi Rokhmatullah (230103110131)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun