Mohon tunggu...
Nabila Marwa Nurhadi
Nabila Marwa Nurhadi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Undergraduate Student

A Second-year college student of Journalism at Padjadjaran University with an interest in writing

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mana yang Lebih Berbahaya, Gempa atau Konstruksi Bangunan yang Buruk?

4 Januari 2023   12:54 Diperbarui: 4 Januari 2023   13:03 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Desain bangunan yang tahan gempa (earthquake resistance) kerap kali di hiraukan dan merasa tidak diperlukan. Banyak warga masyarakat yang menganggap konstruksi bangunan pada tempat tinggal mereka sudah memenuhi kriteria layak huni tanpa mempertimbangkan sisi keamanannya. Konstruksi bangunan yang buruk dapat memperparah dampak yang diberikan oleh gempa, bahkan dapat pula memakan korban jiwa.

Melihat berbagai peristiwa alam yang terjadi, ternyata peristiwa-peristiwa tersebut tidak luput dari kesalahan manusia. misalnya saja tanah longsor yang terjadi akibat penggundulan hutan, banjir yang diakibatkan oleh sampah yang menumpuk, dan kebakaran hutan yang salah satunya diakibatkan oleh pembukaan lahan dengan cara dibakar. Adapula peristiwa alam yang sebetulnya terjadi karena faktor alamiah, namun diperparah oleh kelalaian manusia, yaitu gempa bumi. Sesungguhnya gempa bumi tidak secara langsung menimbulkan korban jiwa, namun kegiatan manusia yang mendesain dan membangun tempat tinggal dengan kurang cermat lah yang mengakibatkan banyaknya korban berjatuhan.

Gempa dengan kekuatan 5,6 SR yang terjadi di Kabupaten Cianjur pada 21 November 2022 lalu telah memakan sebanyak 272 korban jiwa dan lebih dari 50.000 kerusakan tempat tinggal. Jika masyarakat membangun tempat tinggal dengan mengacu pada standar aman gempa, seharunya kerusakan yang dialami adalah kerusakan sedang ataupun ringan. Hal ini menunjukkan bahwa kekuatan bangunan sangat berpengaruh saat gempa. 

Banyak masyarakat yang memegang teguh pada “pengalaman” mereka dalam membangun tempat tinggal ketimbang “keilmuwan” yang telah menentukan standar bangunan. Alhasil, banyak rumah yang mengalami kerusakan bahkan hingga menimbulkan banyak korban saat gempa terjadi.

Menurut ahli, potensi terbesar yang menyebabkan korban berjatuhan saat gempa adalah kekuatan bangunan. Dilansir dari Kompas.com, hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh pakar kegempaan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Danny Hilman. 

Danny menyebutkan kebanyakan tempat tinggal di Indonesia tidak disusun sedemikian rupa untuk menghadapi gempa, bahkan tak jarang pula ditemui tempat tinggal yang belum memenuhi standar umum kemananan bangunan. Berdasarkan Pedoman Teknis Rumah dan Bangunan Gedung Tahan Gempa yang dibuat oleh Departemen Pekerjaan Umum, terdapat taraf kemanan minimum untuk tempat tinggal dan Gedung, yaitu bangunan yang memenuhi kategori sebagai berikut:

1.Jika terkena gempa bumi yang lemah, bangunan tidak mengalami kerusakan sama sekali.
2.Jika terkena gempa bumi yang sedang, bangunan mengalami sedikit kerusakan pada elemen-elemen non struktural.
3.Jika terkena gempa bumi yang dahsyat, bangunan tidak runtuh baik sebgaian atau seluruhnya.

Untuk memperkecil kemungkinan kerusakan dan berjatuhnya korban seperti yang terjadi di Kabupaten Cianjur, masyarakat perlu memahami cara membangun rumah yang memenuhi standar aman gempa. Dalam hal ini, pemerintah berperan penting dalam memberikan sosialiasi atau bahkan pelatihan secara langsung kepada masyarakat. Tidak hanya itu, pengawasan terhadap pembangunan tempat tinggal juga perlu ditingkatkan agar memenuhi standar umum keamanan bangunan yang telah ditentukan. 

Pemerintah dapat bekerjasama dengam kepala daerah di tiap wilayah untuk memperketat pengawasan melalui Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Saat ini, IMB sendiri masih dianggap sebagai urusan administrasi belaka sehingga banyak tempat tinggal yang didirikan tanpa adanya IMB.

Berbicara mengenai solusi seperti sosialiasi ataubahkan pengetatan pengawasan memanglah bukan hal yang mudah untuk diimplementasikan. Pasalnya, berbagai upaya sebelumnya tentunya telah dilakukan oleh pemerintah, seperti pemberian edukasi mengenai standar umum keamanan bangunan. 

Namun ada saja ditemukan masyarakat yang “nakal” dengan membangun tempat tinggal tanpa memperhatikan standar tersebut. Untuk itu, standar kemanan bangunan harus terus digaungkan oleh pemerintah, sosialisasi harus dilakukan secara merata, dan pengawasan harus dilakukan secara berkala agar meminimalisir terjadinya hal-hal yang dapat memperparah kondisi ketika bencana alam seperti gempa melanda.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun