Aku menyusuri jalan masuk menuju kampus baruku. Sedikit tergesa menyadari kesalahan pertamaku hari ini --terlambat-. Iya, aku terlambat bangun yang berimbas pada terlambat mandi dan berangkat ke kampus. 8.45, 8.45 pekikku dalam hati. Terlambat 45 menit dari jadwal kuliah yang harusya pukul 8.
Seharusnya aku tidak perlu seterlambat itu. Namun motor kuning peninggalan kakakku yang sudah lama dikandangkan ada kalanya merepotkan dengan macet tiba tiba dan diwaktu yang salah. Pagi tadi misalnya, saat aku sedang membutuhkan si kuning sebutuh butuhnya.
Kususuri jalan ini tergesa. Aku mahasiswa baru pindahan dan sudah berani seterlambat ini pada minggu kedua kuliahku. Fiiuuhh. Entah apa yang harus kusampaikan pada dosen pagi ini. Alasan terlambat rasa rasanya terlalu klise meski itu alasan yang sebenarnya dan tidak dibuat buat.
Begitu sampai di depan kelas, entah mengapa aku justru terpaku di depan pintu. Tidak mengetuk, tidak pula mundur. Diam saja. Ragu ragu menyelimuti benak dan tiba tiba muncul pikiran jika sebaiknya aku tidak usah masuk saja sekalian. Toh mata kuliah ini bukan favoritku. Membosankan. Aku berucap dalam hati. Lalu pelan pelan aku mundur, dan jejak sepatuku segera berlari menuju kantin yang berada ditengah taman.
Aku mencecap teh panas yang berduet dengan mie goreng sebagai menu sarapan pagi ini. Meski pukul 9 masih bisa dibilang pagi untuk sarapan, namun aku merasa canggung sarapan sendirian di kampus seperti hari ini. kampus baru, suasana baru, dan aku yang pada dasarnya kesulitan beradaptasi ini belum mendapatkan teman yang bisa kupercaya atau setidaknya kuanggap dekat. Beruntung, komting mau memasukkanku ke grup kelas jadi aku tidak ketinggalan satu informasi pun.
Aku menandaskan suapan terakhirku begitu ada segerombolan lelaki yang memasuki kantin. Duduk di meja sebelah yang berada di bawah pohon. Iya kampus ini memang cukup rindang dengan banyaknya trembesi yang rimbun dan menyejukkan. Ah, membikin kantuk sebenarnya. Aku mengamati mereka satu satu. Lima orang, dengan tampilan yang hampir sama semua. Rambut nanggung, flannel, jeans belel, sneakers, dan ransel kanvas. Duduk duduk santai, dan mulai menyalakan rokok. Salah satu nya berdiri dan memesan minum atau makanan untuk yang lain. Salah satu yang lainnya, persis memunggunggiku.
Aku sudah hendak berdiri ketika punggung itu berbalik. Sepasang mata berwarna madu rupanya. Dengan rambut ikal sebahu yang nampak berkilau terkena bias matahari pagi. Senyum yang tertarik tipis dengan mata yang agak menyipit. Aku tertegun untuk sepersekian detik. Dan saat itu, mataku menjadi lebih awas daripada CCTV. Merekam tiap momen tanpa satupun yang terlewat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H