Mohon tunggu...
Nabila Kleib
Nabila Kleib Mohon Tunggu... Wiraswasta -

Sometimes, we just can't be a right one, and a nice one at the same time.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Untuk Ayah yang Ditelapak Kakinya Mungkin Tak Terdapat Surga

8 Oktober 2016   06:51 Diperbarui: 8 Oktober 2016   07:49 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sinar pagi melukiskan waktunya di penghujung subuh.

Mentari mengetuk lelapnya seorang lelaki.

Ia berbegas menyambut pagi, 

Walau peluh masih menyelimuti tubuh rentanya. 

Ia bergegas memompa diri, mendaki pundi-pundi terjal.

Hanya untuk menjamin kecerahan masa depan keluarga.

Hari demi hari, sang lelaki menunggangi beratnya hidup.

Menepis semua air mata hanya demi melihat sebuah senyuman pada sang buah hati.

Saat senja pulang, ia pulang dengan basuhan keringat.

Sang anak mengeluh, jua sang istri. Tapi tidak dengannya.

Ia berdiri tegak dan tersenyum, seakan-akan laranya melebur begitu saja. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun