Gejayan Memanggil' kembali terjadi pada tanggal 12 Februari 2024 pukul 13.00 WIB. Ribuan mahasiswa dan aktivis dari berbagai kampus berkumpul untuk melakukan long march menuju Perempatan Gejayan dari Bundaran Universitas Gajah Mada (UGM). Aksi ini berawal dari pemilu 2024 yang dianggap menjadi gerbang utama dalam membuka kelanggengan kekuasaan yang dilakukan oleh orang nomor satu Indonesia saat ini.
Yogyakarta - Aksi demo 'Dalam orasinya Adi Himawan Kurniadi selaku koordinator aksi mengatakan bahwa presiden Jokowi bersama kaki tangannya pada akhir masa jabatannya merobohkan demokrasi dengan melanggengkan kekuasaan menggunakan dinasti. Menurut para aktivis pelanggaran yang dilakukan cukup berat dan telah melewati batas. Cara-cara yang tidak etis digunakan penguasa untuk membela salah satu pasangan calon presiden agar melanggengkan kekuasaan. Penguasa dinilai mengarahkan aparat sipil, TNI, dan polisi untuk menyokong salah satu pasangan calon.
Padahal telah dijelaskan secara gamblang dalam Pasal 283 UU Pemilu bahwa pejabat negara, pejabat struktural dan fungsional dalam jabatan negeri serta aparatur sipil negara lainnya dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye. Larangan tersebut meliputi pertemuan, ajakan, imbauan, seruan atau pemberian barang kepada aparatur sipil negara dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.
Akan tetapi, apabila aparatur negara ingin melakukan kampanye harus memenuhi beberapa syarat yang telah diatur dalam Pasal 281 ayat (1) UU Pemilu. Dalam UU tersebut pemilu mengatur bahwa kampanye pemilu yang mengikutsertakan presiden, wakil presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota harus memenuhi ketentuan: tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan; dan menjalani cuti di luar tanggungan negara.
Oleh karenanya, apabila pejabat negara yang tidak sedang dalam masa cuti dan bukan termasuk pelaksana kampanye sudah jelas tidak diperkenankan untuk melakukan kampanye. Kampanye yang dilakukan di luar masa cuti merupakan pelanggaran dan tindakan yang menguntungkan salah satu pasangan calon.
Namun, dalam praktiknya yang terjadi sekarang ini salah satu pejabat negara di negeri ini justru melakukan dukungan secara terang-terangan kepada salah satu pasangan calon di luar masa cutinya. Hal tersebut jelaslah merupakan suatu bentuk pelanggaran. Maka dari itu aksi yang dilakukan oleh mahasiswa dan aktivis di 'Gejayan Memanggil' adalah berusaha mengembalikan konstitusi dan menyadarkan penguasa atas pelanggaran yang telah terjadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H